Kamis, 04 Juni 2009

W I N D part 3

3. Prox History

Tak terasa mereka sampai di perempatan. Bila belok ke kanan ada jembatan kecil dan jalan itu mengarah kerumah Yuya, sedangkan bila terus saja akan menuju rumah Ralf. Disini mereka berhenti untuk berpisah.
“Yuya...sebenarnya aku berat untuk mengatakan ini tapi aku harus mengatakan selamat tinggal”, kata Ralf dengan memasang tampang pura-pura sedih.
“kaya ga bakalan ketemu lagi aja”, tukas Yuya tanpa menghiraukan candaan Ralf sambil berjalan kearah kanan, meninggalkan Ralf. “sampai jumpa besok”.
“sampai jumpa besok...hehe...”, sahut Ralf sambil berlari lurus.
Yuya terus berjalan menelusuri jalan yang lumayan sepi, hanya beberapa orang saja yang terlihat berjalan menelusuri jalan dengan arah yang berlawanan. Mendadak matanya menangkap sosok yang dia kenal bersandar di sebuah tiang listrik di pertigaan jalan.
“Nick...”, pikir Yuya sambil menatapnya. Nick menatap kearah Yuya dan berdiri tegap.
“bisa ikut aku ?”, tanya Nick kepada Yuya dengan santai.
Yuya bingung dengan sikap Nick yang menurutnya tidak seperti biasanya. Yuya cuma menganggukkan kepalanya. Nick berjalan sedangkan Yuya mengikutinya dari belakang. Yuya masih heran, kenapa dia diminta oleh Nick untuk mengikutinya.
Mereka terus berjalan tanpa ada pembicaraan sedikitpun sampai akhirnya mereka tiba disuatu taman yang tak ada satupun orang disana saat itu. Nick berhenti berjalan. Melihat Nick berhenti, Yuya melakukan hal yang sama. Nick berbalik dan menatap Yuya.
“serang aku !”
Yuya kaget. Kenapa Nick mendadak berkata seperti itu ?. Inilah yang ada dipikiran Yuya saat itu.
“kenapa ?”, tanya Yuya.
Nick menunduk.
“tampaknya aku yang harus menyerangmu dulu ya ?”, kata Nick sambil melemparkan tasnya kesamping.
Nick menghilang dari tempatnya berdiri. Yuya tidak melihat gerakan Nick. Mendadak Nick muncul tepat dihadapan Yuya dan mengarahkan pukulannya kearah Yuya. Dengan refleks, Yuya dengan menggunakan tasnya menangkis pukulan Nick. Tasnya menutupi pandangannya. Saat dia menarik tasnya dari hadapannya untuk melihat Nick, Nick sudah tak ada lagi. Dengan cepat Nick muncul dari sebelah kiri Yuya, melompat sambil mengarahkan tendangannya kearah Yuya. Yuya terpental dan jatuh. Tasnya terlempar dari pegangannya. Nick berdiri tegap sambil tetap memandangi Yuya.
“kenapa kau menyerangku ?”, tanya Yuya sambil bangkit, memegangi wajahnya.
“aku hanya ingin tahu”, balas Nick sambil melakukan gerakan kilat dan dengan sekejap saja sudah berdiri dihadapan Yuya, melakukan upper cut tepat di dagu Yuya. Yuya terpental ke atas dan jatuh terjerembab ketanah. Yuya mengerang, namun dia tetap berusaha untuk bertahan dan bangkit.
“apa yang kau ingin tahu dariku ?”, tanya Yuya kembali.
Nick berhenti menyerang kali ini. Dia menatap Yuya dengan dalam.
“aku melihat pertarunganmu dengan Hanz tadi di halaman belakang sekolah”, balas Nick. Mendengar ini, Yuya terkejut. Tatapan Yuya berubah tajam.
“jadi yang aku rasa tadi ada yang mengawasiku adalah kau ?”
“ya”, sahut Nick perlahan. “aku melihat kau bisa menggunakan angin, perlihatkan kepadaku”.
“aku tidak mengerti apa maksudmu ?”, balas Yuya.
“kau tidak mengerti apa yang aku maksud ya ? kalau begitu akan kubuat kau mengerti”, sahut Nick. Mendadak dari kedua belah tangan Nick keluar gumpalan aliran listrik berwarna biru diiringi suara listrik mengalir yang menakutkan. Melihat ini, Yuya terdiam. Dia terkejut bukan main melihat aliran listrik bisa keluar dari tangan Nick.
“kau akan mati bila kau tidak menggunakan kekuatan anginmu untuk melawanku”, lanjut Nick. “bersiaplah”.
Nick berlari dengan cepat kearah Yuya sambil mengarahkan tangannya yang penuh dengan listrik kearah Yuya. Yuya berhasil menghindarinya dengan melompat kesamping dan menoleh kebelakang untuk melihat gerakan Nick namun lagi-lagi Nick melakukan geraakan kilat yang tak bisa dilihat Yuya. Nick muncul dihadapan Yuya cepat sekali. Yuya tak bisa mengelak lagi. Dia menggunakan tangan kirinya untuk menangkis serangan Nick. Aliran listrik menyengat tangan kiri Yuya. Yuya mengerang dan roboh. Nick melompat kebelakang.
“tangan kirimu akan sulit digerakkan karena semua saraf motorik tangan kirimu sudah terpengaruhi kejutan listrikku”, kata Nick dengan ekspresi dingin. Benar saja, tangan kiri Yuya tak bisa digerakkan. Sekilas terlihat aliran listrik berkelebat ditangan kirinya. Yuya merintih kesakitan.
“kalau kau tidak mau mati disini, gunakan kekuatan anginmu”, tukas Nick.
“aku tidak mengerti apa maksudmu....”, teriak Yuya. “aku tidak tahu apa yang kau maksud itu”.
Nick menghela napasnya. Namun dengan cepat dia menyerang lagi. Yuya bangkit untuk menghindar namun terlambat. Nick berhasil mengenai tangan kanan Yuya. Yuya merintih. Kedua tangannya tak bisa digerakkan.
“kedua tanganmu sudah tak bisa digerakkan, kau tidak bisa apa-apa lagi sekarang”, kata Nick dingin. “gunakan kekuatan anginmu”
Sambil merintih dan bangkit, Yuya membalas.
“sudah aku bilang aku tidak tahu bagaimana menggunakannya”
“kalau begitu...”, kata Nick sambil menggabungkan kedua tangannya. Saat Nick menarik kedua tangannya, aliran listrik besar mengalir diantara keduanya. Nick memukulkan tanagnnya ketanah. Aliran listrik menjalar menuju Yuya. Yuya yang sudah kesakitan tak bisa menghindar. Dia tersengat aliran listrik, sampai tubuhnya terangkat keatas. Nick menatap kearah Yuya yang meronta diatas dirinya, didalam lingkaran listrik yang menggerogoti dirinya. Nick menghentikan listriknya. Yuya terjatuh ketanah. Walaupun dalam kondisi agak sulit bergerak akibat serangan tadi Yuya tetap bersikeras untuk berdiri. Nick menatapnya dengan tajam.
“kau tahu tentang Prox kan ?”, Nick bertanya.
Yuya shock. Ternyata ada orang lain selain dirinya dan orang yang pernah dia tolong tahu tentang Prox. “kenapa kau tahu tentang Prox ?”, tanya Yuya dengan ekspresi sama dinginnya dengan Nick sekarang. Dia ingin tahu apa Prox itu sebenarnya.
“karena aku juga sama sepertimu, dipilih oleh Prox untuk memiliki kekuatannya”, sahutnya sambil mengambil ancang-ancang untuk menyerang lagi. “kalau kau ingin tahu lebih banyak tentang Prox, serang aku dengan kekuatan anginmu”, lanjutnya lagi.
“begitu ya ?”. Yuya bangkit dan berdiri menghadap Nick. “jika benar apa yang kau katakan itu bahwa aku memang bisa mengendalikan angin...”, kata Yuya percaya diri. “maka bersiaplah”.
Yuya menggunakan seluruh kekuatannya yang tersisa untuk dapat membuat kedua tangannya bisa bergerak kembali. Mendadak angin mengitari Yuya, berbarengan dengan teriakan Yuya yang bersikeras untuk bisa melawan kerasnya tangannya yang tak bisa digerakkan. Denga satu gerakan menghentak, kedua tanga Yuya berhasil dikendalikannya lagi. Sambil memegangi tangannya, Yuya menatap Nick.
“angin...jika benar aku bisa mengontrolmu, tunjukkan padaku...”, teriak Yuya. Mendadak angin disekitar mereka berdua berhembus kencang. Angin berkumpul di tangan Yuya yang diarahkannya kearah Nick dan bertepatan dengan teriakan Yuya, gelombang angin besar meluncur cepat keluar dari tangan Yuya dan menyerang Nick. Nick tercengang melihat gelombang energi angin yang besar sedang meluncur kearahnya. Dengan cepat dia melompat kesamping menghindarinya dan berhasil namun tepat saat dia masih melompat, Yuya telah melompat lebih dulu, menyongsongkan tangannya kearah Nick dan melancarkan serangan. Nick tak bisa mengelak lagi. Serangan Yuya tepat mengenainya dan membuatnya terpental dan jatuh menghantam tiang disisi taman. Tiang tadi menjadi bengkok dan bekas gelombang angin besar tadi berbekas di tanah. Nick bangkit dan meluruskan tiang tadi dengan tangannya yang masih mengalir listrik tegangan tinggi. Yuya berlari dengan cepat kearah Nick sambil melancarkan serangan. Nick melompat menghindar sambil membalas serangan Yuya dengan listriknya. Mereka silih berganti melakukan serangan sampai membuat taman itu berantakan, rusak disana sini, sampai mereka berdua sama-sama merasa kelelahan.
Nick melompat kebelakang menghindari serangan Yuya, begitu juga Yuya. Mereka berdiri sambil memandang satu sama lain.
“lumayan juga”, kata Nick dengan napas yang tidak teratur karena kelelahan.
“kau juga”, sahut Yuya dengan terengah-engah.
“tapi....”, lanjut Nick sambil menegapkan tubuhnya. “cukup sampai disini”. Yuya terkejut. Mendadak Nick menghilang dan muncul tepat hadapannya, menghantam perutnya. Yuya merintih dan badannya meluncur lurus kebelakang namun kakinya masih tetap berada di atas tanah. Nick mengeluarkan aliran listrik yang besar dari kedua tangannya dan menjatuhkan tangannya beberapa senti dari tanah. tanah yang ada dibawah tangan Nick retak dan mulai hancur. “bersiaplah...”, teriak Nick.
Nick berlari kearah Yuya yang masih merintih dengan tangan yang menjulur kebawah. Tanah yang dilalui tangannya hancur berbekas. Melihat ini Yuya bangkit dan melompat menghindar. Dari udara Yuya mendekatkan kedua tangannya ke dada membentuk huruf X dan melepaskannya. Angin berbentuk seperti kibasan beribu-ribu pisau keluar menyerang Nick. Nick menghentikan langkahnya. Dia sudah tak dapat menghindar lagi. Seketika itu juga terdengar bunyi ledakan hebat akibat hantaman pisau angin yang menyerang Nick. Debu mengepul dimana-mana. Nick masih berdiri ditempatnya tadi walaupun dia sudah terkena serangan beribu-ribu pisau angin. Dia melihat keatas namun Yuya tak terlihat dimanapun. Mendadak Yuya muncul melompat dari belakang sambil mengarahkan pukulan kearah Nick. Namun tepat saat pukulan Yuya hanpir mengenai Nick, aliran listrik kuat muncul menyelimuti seluruh tubuh Nick. Yuya tersengat aliran listrik ini dan tidak bisa bergerak lagi. Dia sepenuhnya sudah berada dalam aliran listrik Nick. Yuya mengerang keras. Nick kemudian melepaskan aliran listrik itu dari Yuya. Yuya jatuh terjerembab ketanah dan tak berdaya lagi. Dia sudah tak bisa melawan. Listrik yang ada di tangan Nick padam. Nick menatap Yuya.
“aku tak ada maksud untuk membunuhmu, aku cuma membantumu untuk membangkitkan kekuatan anginmu saja”, kata Nick.
“apa maksudmu ?”, yuya balik bertanya dengan kondisinya yang masih tidak bisa bergerak lagi.
“kita berdua sama-sama orang yang dipilih Prox, tak ada alasan bagi kita bertempur satu sama lain”, Nick menjelaskan. “kau pasti ingin tahu apa Prox itu ? dan kenapa dia memilih kita ? dan siapa aku sebenarnya ?, benar kan ?”, lanjut Nick.
Yuya menatap Nick tajam. Matanya sudah mulai sayu, hampir tak bisa melihat lagi. “jelaskan padaku semuanya”, sahut Yuya.
Nick tak menghiraukannya. Dia berjalan kearah tasnya, mengambilnya dan pergi meninggalkan Yuya tanpa menoleh sedikitpun.
“hey...jangan pergi...!”, teriak Yuya.
“istirahatlah dulu ! aku akan menjelaskan semuanya nanti”, sahut Nick sambil tetap berjalan. Yuya tetap bersikeras. Dia berusaha bangkit dengan semua tenaga yang tersisa.
“Hey...jangan pergi...jelaskan padaku semuanya...”, teriak Yuya lagi.
Nick tetap terus berjalan tanpa menoleh kebelakang. Diangkatnya tangan kanannya dan mengetikkan jarinya. Seketika itu juga listrik muncul dari bawah Yuya dan menyengatnya lagi. Yuya roboh dan pingsan tak sadarkan diri.
Sementara itu di tempat lain, ada lelaki berbadan besar, duduk di singgasananya dan menatap kepada dua orang yang sedang bersimpuh dihadapannya. Satu laki-laki berperawakan sedang menggunakan pakaian seperti pakaian perang jaman dulu dan yang satu lagi adalah wanita menggunakan pakaian dengan lengan sebelah kiri panjang menutupi seluruh lengannya dan yang kanan tak berlengan. Mereka bersimpuh tanpa mendongkakkan kepala mereka.
“akhirnya aku temukan”, kata lelaki berbadan besar tadi dengan suara besar dan berat. Kedua orang tadi tetap diam dalam posisinya masing-masing.
“telah aku temukan...aku bisa merasakannya...2 dari 3 Prox yang tersisa telah muncul...”.
Dua orang yang bersimpuh tadi terkejut. Namun mereka tetap diam tanpa bersuara sedikitpun. Dari sebuah lorong keluar laki-laki berpakaian seperti jubah yang agak rumit dengan pengait rantai di dadanya untuk menutup jubah.
“tuanku...semua persiapan telah selesai ! kita bisa memulainya”, kata laki-laki berjubah tadi.
“baiklah...”, sahut laki-laki berbadan besar sambil bangkit dari singgasananya. Dia berjalan menuju lorong sambil diikuti oleh kedua orang tadi dan juga laki-laki berjubah dari belakang. Keluar dari lorong terlihat sebuah kapsul besar berbentuk oval telur berdiri tegak dihadapan mereka dengan kabel-kabel besar yang tersambung. Banyak mesin disekeliling tabung itu. Di satu sisi sudut terlihat banyak Prox berjejer yang masing-masing berada dalam tabung kecil tertutup.
“silahkan tuan masuk kedalam tabung”, kata pria berjubah tadi. Pria besar itu berjalan memasuki tabung oval tadi dan membalikkan badannya kearah mereka.
“tuanku...mungkin proses ini memerlukan waktu yang lama, mungkin memerlukan waktu hampir satu tahun untuk menyelesaikan semuanya, tuanku...”, lanjut laki-laki berjubah tadi.
“lakukan...satu tahun tak ada artinya bagi sebuah kejayaan”, kata pria berbadan besar sambil tertawa.
“baik tuanku...”, balas laki-laki berjubah. Dia berjalan menuju sebuah mesin yang agak besar. Dia menekan sebuah tombol dan pintu tabung tertutup. Laki-laki tadi menekan tombol yang lain dan berpuluh-puluh kabel berujungkan jaru akeluar dan menusuk pria besar tadi. Satu kabel yang ujungnya berbeda keluar dan menutup hidung serta mulut pria besar. Laki-laki berjubah tadi menarik sebuah tuas disampingnya dan cairan berwarna ungu keluar dari bawah tabung, memenuhi seluruh tabung. Semua mesin menyala, tabung-tabung Prox menyala dan mengeluarkan cahaya masing-masing. Pria tadi pingsan dan melayang didalam cairan ungu. Namun beberapa saat kemudian matanya terbuka. Dari masker yang ada di mulutnya dia dapat berbicara dari sana.
“aku dapat merasakan kekuatannya”, teriaknya. “hahaha...”, dia tertawa” namun dia tetap tak bisa bergerak dalam tabung itu. “Raidou...”, kata pria besar dari dalam tabung namun suaranya terdengar dari luar karena alat yang ada di maskernya.
“ya tuanku...”, sahut laki-laki yang berpakaian seperti baju perang jaman dahulu itu.
“suruh salah satu anak buahmu untuk mendapatkan 2 Prox itu, bunuh pemiliknya”.
“baik tuanku”
“kalian berdua pergilah”, lanjut pria besar tadi.
“baik...tuan...”, balas kedua orang tadi. Merekapun berjalan meninggalkan ruangan itu. Wanita tadi bertanya kepada Raidou.
“siapa yang akan kau perintahkan untuk melakukan apa yang diperintahkan Lord Pixmaqual ?”
“aku akan memerintahkan dia...”, jawab Raidou sambil tersenyum dan terus berjalan keluar dari lorong. Wanita tadi cuma tersenyum tertunduk tanda mengerti apa yang dikatakan Raidou.
***
Sinar matahari mulai muncul menyinari wajah Yuya. Bunyi kicauan burung membuatnya terbangun. Matanya terbuka sayu. Dia mengusap matanya dengan tangannya, namun mendadak matanya perih terkena debu pasir yang tertempel di tangannya.
“aduh...”
Yuya akhirnya baru sadar bahwa dia tidur di taman. Dia berdiri dan mengambil tasnya yang tergelatak tak jauh darinya. Dia berjalan sempoyongan menuju rumahnya.
“kenapa pagi ini cerah sekali ya ? padahal baru jam segini”, katanya dengan mata yang masih sayu dan berjalan sempoyongan. Sampai dihalaman apartemen kecil rumahnya, dinaikinya tangga. Sampai didepan pintu, diambilnya kunci rumah dari dalam sakunya dan membuka pintu. Dia menoleh sedikit kekanan kearah jam dinding yang tergantung diatas pintu kamarnya.
“jam 7.49 ? gawat...”, teriaknya.
Dia berlari masuk kedalam rumah menuju kamarnya, mengambil seragamnya yang masih berada dalam tumpukan baju yang belum disetrika. Tanpa menunggu lagi, dilemparnya baju dan celana sekolahnya yang dia pakai tadi dan memakai yang baru dicuci meskipun belum disetrika. Setelah memakai pakaian seragam dia langsung berlari kedapur, membuka kulkas mengambil roti dan susu kotak kecil dan bergegas berlari kearah pintu depan, mengambil tasnya yang tadi ditinggalnya dipintu depan dan tancap gas menuju sekolah.
Sambil berlari dimakannya roti ditangannya dan meminum susu kotak. Selama perjalanan menuju sekolah, banyak yang memperhatikannya. Hal seperti ini terlihat aneh bagi orang-orang.
Sesampai di depan sekolah, pintu gerbang sudah tertutup. Yuya berpikir bagaimana untuk bisa masuk ke sekolah. Mendadak dia teringat kejadian malam tadi.
“aku kan bisa mengendalikan angin”, gumamnya.
Dia mundur jauh, mengambil ancang-ancang dan berlari kearah pintu gerbang sekolah yang tingginya sekitar dua kali lipat tinggi Yuya. Dia berlari cepat sekali dan sekitar jarak yang cukup untuuk melompat, Yuya melompat. Lompatannya lebih tinggi sedikit dari pintu gerbang sekolah dan mampu melewatinya.
“berhasil...”, teriaknya dengan nada gembira. Namun lompatannya masih kurang tinggi. Tali sepatunya tersangkut di ujung jeruji atas pintu gerbang sekolah, dan Yuya jatuh ketanah. Untung saat itu tak ada satupun orang yang ada disana.
“kelihatannya harus berlatih mengendalikannya nih...”, katanya sambil menahan sakit akibat terjatuh. Dia berlari menuju gedung sekolah agar tak begitu terlambat. Sesampai dilantai dua, dia mulai berjalan perlahan, mengendap-endap. Diintipnya kelasnya dari pojok jendela dari koridor, untuk melihat apakah sudah ada guru yang mengajar. Tak ada guru yang mengajar. Cuma ada teman-temannya yang sudah duduk dengan rapi dikursinya masing-masing. Dia mengendap-endap menuju pintu kelas dan membukanya sedikit. Dia melihat seorang wanita sedang berlutut memegangi kertas. Wanita tadi menatap kearah Yuya. Mereka saling bertatapan.
“Yuya”
“bu guru Moi”
Benar-benar sial. Yuya tepat berhadapan dengan bu guru Moi yang tadi mengambil kertas yang terjatuh didepan pintu kelas.
“Yuya, masuk !”, kata bu guru berwibawa.
Yuya membuka pintu dan masuk. Semua murid memperhatikannya. Ralf yang duduk paling belakang memperhatikannya.
“kenapa Yuya bisa terlambat ya ? biasanya dia tidak pernah terlambat”, kata Ralf dengan nada heran.
Bu guru Moi melihat kearah Yuya. Pakaian seragam kumal, rambut berantakan, wajah kotor dengan debu, terlihat memar dan lecet di beberapa bagian wajahnya. “kenapa kau terlambat ?”
Yuya melirik kearah Ralf. Ralf memberikan gerakan isyarat yang Yuya tidak mengerti. Matanya menangkap Nick dengan wajah yang memakai plester luka dipipinya. Nick menatapnya dengan pandangan seperti biasa.
“hey...Yuya..jawab ibu”, bentak bu guru Moi.
“eh...”, Yuya kaget dan memalingkan wajahnya kearah bu guru Moi. “mmm...anu...itu...”, Yuya berpikir. Dia mendapatkan ide untuk berbohong. “oh...tadi sewaktu saya berjalan kesekolah, saya melihat ibu-ibu yang dikelilingi beberapa pria jahat yang ingin mengambil barang-barang ibu itu, jadi saya mendekat dan bilang “hey...hentikan”, begitu bu”, jelas Yuya dengan nada semangat.
Bu guru Moi mengerutkan dahinya. “trus ?”, tanya ibu lagi.
“trus eh...saya dihajarnya, saya digebukin sampai jadi begini bu”, lanjutnya lagi. “tapi saya bisa bangkit dan mengeluarkan jurus andalan saya...ciat...ciat...semuanya roboh dan ibu itu bilang terima kasih dan ingin memberikan imbalan pada saya tapi saya tolak trus ibu itu pergi deh, nah...gitu ceritanya bu...”, jelas Yuya yang masih meragukan ceritanya apakah masuk akal atau tidak.
Kelas hening ketika selesai mendengar cerita Yuya. Tak ada satupun yang berbicara. Ralf bengong dan menggelengkan kepalanya.
“Yuya...kau memang tak pandai dalam urusan berbohong”, gumamnya sendiri.
Mendadak semua siswi dikelas itu bersuara kagum termasuk bu guru Moi. Siswa laki-laki juga menganggukkan kepalanya tanda setuju, cuma Ralf dan Nick saja yang tidak ikutan.
“kau memang murid ibu yang baik, ibu bangga padamu”, sahut bu guru Moi pada Yuya. “lagipula sekalipun kau begini, kau masih terlihat manis”, lanjut bu guru Moi centil sambil mengedipkan matanya. Yuya melongo melihat sikap ibunya itu. Badannya seperti berada dalam balok es, kaku.
Mendengar ini, Ralf bengong melongo, mulutnya terbuka saking shocknya melihat kata-kata Yuya dipercaya semuanya. “mujur bener dia”, sahutnya.
“kau cepat pergi sana ke ruang kesehatan, obati lukamu itu”, kata bu guru Moi kepada Yuya.
Mendadak ada seorang siswi yang berdiri dari kursinya. “bu guru, biar saya yang membantu Yuya merawat lukanya di ruang kesehatan”, katanya.
Lalu siswi yang lain berdiri juga. “saya juga bu”.
Semua siswi menawarkan diri untuk membantu Yuya merawat luka-lukanya yang sebetulnya cuma lecet-lecet sedikit. Mereka saling berebut untuk mendapatkan persetujuan dari bu guru Moi. Melihat ini Yuya cuma bengong, sedangkan Ralf shock berat dibelakang. Menangisi dirinya yang tak pernah seperti itu. Bu guru Moi tak tahan lagi melihat sikap murid-muridnya.
“sudah...kalian semua duduk saja disini”, teriak ibu Moi. “lagipula disana juga ada petugas yang kena giliran hari ini, tak perlu ikut-ikutan kesana”, lanjut ibu Moi. Semua duduk kembali, kecewa dengan keputusan ibu Moi. Yuya melongo dan cepat-cepat keluar dari kelas menuju ruang kesehatan.
Yuya berjalan menuju ruang kesehatan sambil memikirkan kejadian malam tadi. “apa hubungan antara aku, Nick dan Prox ?”, inilah yang ada dibenaknya. Tanpa permisi ataupun ketuk pintu, dia langsung nyelonong masuk keruang kesehatan. Dia berjalan sambil melamun, memikirkan apa yang menjadi kebingungannya. Mendadak terdengar suara lembut.
“ada yang bisa saya bantu ?”
Yuya tersadar dari lamunannya. Dia menatap kearah suara tadi. Dia melihat seorang gadis berpakaian seragam kelas satu, tidak terlalu tinggi, cuma sebahu Yuya, kulit seputih salju namun merona, matanya bening, baby face, dan rambut sepunggung dengan poni kedepan dan sedikit juntaian di depan kedua belah telinganya sedang tersenyum ramah kepadanya. Yuya terdiam. Dia terpesona melihat gadis imut berdiri dihadapannya. Sekilas dia melihat seorang malaikat sedang berdiri dihadapannya. Gadis tadi melihat baju Yuya.
“kakak...bisa saya bantu ?”, katanya lagi.
Yuya kaget dan terbangun dari khayalannya.
“eh...i..iyy...iya...”, sahut Yuya dengan terbata-bata. “bisa tolong ambilkan plester luka ?”, pintanya.
“baik...kakak silahkan duduk dulu”, sahut gadis tadi sambil berjalan kearah kotak P3K. Dia mengambil plester luka dan obat antiseptik dari dalam kotak. Gadis tadi lalu berjalan menghampiri Yuya. Yuya jadi salah tingkah.
“kenapa wajah kakak memar begitu ?”, tanya si gadis sambil meletakkan plester dan obat di atas meja. Dia mengambil kapas dan mengusapkannya ke botol obat antiseptik, lalu mendekat kearah Yuya. Yuya salah tingkah.
“gawat nih...dia mendekat ! aku kan belum mandi karena buru-buru”, pikir Yuya. Yuya langsung melompat dari kursinya, menghindar dari si gadis. Gadis tadi terkejut melihat tingkah kakak kelasnya, bingung bercampur heran.
“ee...ada..pengharum ruangan ?”, tanya Yuya malu-malu.
“ada...itu di samping pas bunga diatas meja sana”, balas si gadis heran berat.
Sambil cengengesan Yuya berjalan kearah meja dan mengambil pengharum ruangan, menyemprotkannya keseluruh ruangan sampai tercium bau harum buah lemon karena pengharum ruangan tadi beraroma lemon. Si gadis tambah bingung dengan kelakuan Yuya.
“hehe...biar segar...”, kata Yuya sambil cengengesan, memasang wajah dengan senyum yang dibuat-buat. Si gadis tambah heran. “ah...ambilkan saja plester lukanya”, lanjut Yuya.
Si gadis berbalik untuk mengambil plester luka. Disaat gadis itu berbalik, Yuya menyemprotkan pengharum ruangan tadi keseluruh tubuhnya sampai bau lemon menyengat sekali tercium. Ketika gadis tadi berbalik, Yuya buru-buru menyembunyikan pengharum ruangan itu di belakangnya. Si gadis makin merasa aneh dengan sikap Yuya. Yuya mengembalikan pengharum ruangan itu ketempatnya semula dan kembali duduk diatas tempat tidur. Gadis tadi menghampiri Yuya, ingin mengusap obat antiseptik ke wajah Yuya yang memar. Yuya gelabakan, gadis tadi makin heran dengan sika Yuya.
“emmm...aku bisa sendiri kok...”, kata Yuya sambil mengangkat tangannya, melindungi wajahnya. Yuya mengambil kapas dan plester luka dari tangan si gadis dan menggunakannya sendiri. Karena grogi, kerjaan Yuya jadi tidak senonoh. Dia memasang plester lukanya tidak rapi sama sekali, membuat mukanya jadi tampak aneh. Si gadis tertawa kecil melihat apa yang dilakukan Yuya.
“sini..biar saya saja”, kata gadis tadi sambil mengambil kapas dan plester luka yang baru. Si gadis mendekati Yuya. dan mengusapkan obat antiseptik diluka Yuya. Yuya mengaduh.
“pelan-pelan”, kata Yuya.
“iya...”, sahut gadis tadi. Si gadis mencium aroma lemon dari baju Yuya. “ini kan bau pengharum ruangan”, pikir si gadis. Gadis tadi mengerti kenapa tadi sikap kakak kelasnya itu agak aneh dan dia tertawa dalam hati.
Gadis itu melakukannya dengan lembut, jantung Yuya menjadi dag dig dug dibuatnya. Setelah menggunakan antiseptik, gadis itu membuka beberapa plester luka dan menempelkannya ke wajah Yuya.
“nah...sudah beres...”, kata si gadis.
Gadis tadi membereskan kotak obat dan menaruhnya lagi ketempat semula. Yuya cuma terpaku. Jantungnya hampir copot saking deg-degannya karena baru pertama kali ini ada cewek yang wajahnya sedekat itu dengan wajah Yuya. Karena tak tahan menahan dag-dig-dug jantungnya, Yuya kabur, berlari keluar tanpa mengucapkan terima kasih. Gadis itu menoleh kearah dimana Yuya duduk tadi namun Yuya sudah tidak ada disana lagi. Tanda tanya besar sekarang ada di dalam kepala gadis itu. “kemana kakak tadi ?”, gumam gadis tadi.
Sementara itu Yuya yang baru saja kabur dari ruang kesehatan masih terlihat ngos-ngosan. “se’andainya aku masih berada disana mungkin jantungku sudah ga berada pada tempatnya lagi nih”, gumamnya sendiri sambil berjalan menyusuri koridor. Sesampai didepan kelasnya, dia membuka pintu dan diizinkan bu guru masuk. Dia duduk di kursinya sambil menghela napas. Hidung Ralf mencium aroma dari Yuya. Ralf menoleh kearah Yuya dan mendekatkan hidungnya ke baju Yuya.
“hey...kayaknya aku kenal bau farfum punyamu...ini kan bau lemon pengharum ruangan yang merk..”, kata Ralf namun belum selesai bicara mulutnya disekap oleh Yuya.
“sstt”, sambil mengangkat telunjuknya ke bibirnya. Ralf mengerti apa maksud Yuya. Yuya melepaskan sekapannya dari mulut Ralf dan Ralf kembali duduk tegap sambil tetap melirik kearah Yuya. Dia kemudian mendekatkan wajahnya kearah Yuya.
“hey...kau pake pengharum ruangan sebagai farfum ya ?”, bisik Ralf.
“ceritanya panjang”, balas Yuya dengan tatapan sinis.
Tiba-tiba sebuah batang kapur melayang dan tepat menghantam wajah Yuya. “aduh...”, rintih Yuya pelan. Melihat ini, Ralf tertawa, namun mendadak sebuah penghapus papan tulis menghantam wajah Ralf. Wajah Ralf jadi putih karena debu kapur. Semua yang ada dikelas jadi tertawa melihatnya.
“apa kalian berdua tidak mendengarkan penjelasan ibu ?” kata ibu guru Moi dari depan kelas.
“maaf bu...”, sahut mereka berdua.
“jangan ulangi lagi”, lanjut bu guru Moi.
“iya bu...”, sahut mereka berbarengan. Pelajaranpun dimulai kembali seperti biasa.
Terdengar bel tanda istirahat berbunyi. Bu guru Moi kembali ke mejanya, mengambil buku-bukunya. “hari ini sampai disini, ingat kerjakan tugas kalian”, kata bu guru Moi sambil berjalan meninggalkan ruangan kelas. Cewek-cewek di kelas itu menghampiri Nick yang duduk sambil membaca buku saku.
“Nick, wajahmu kenapa ? luka ya ?”, tanya cewek 1.
“kamu habis jatuh ya ?”, tanya cewek 2.
“lukanya parah ga ?”, tanya cewek 3.
“kamu berkelahi ya ?”, tanya cewek 4.
“sakit ga ?”, tanya cewek 5.
Nick menatap dingin cewek-cewek teman sekelasnya itu. “cuma terjadi sedikit accident”, sahut Nick. Yuya memandang sinis Nick, apalagi Ralf, tatapannya menimbulkan aura kebencian. Tapi cewek-cewek tadi tertawa kecil sambil bergerumun tak karuan.
“dasar..dingin amat jadi orang”, omel Ralf sendiri. Yuya tak mendengarkannya. Saat ini yang ada dikepala Yuya hanyalah apa yang ingin dia tahu dan semua jawabannya ada pada Nick.
Yuya meletakkan kepalanya diatas mejanya, wajahnya pucat. Ralf terkejut melihat temannya seperti itu. “hey Yuya, kenapa kau ?”.
“aku belum makan...aku lapar”, sahut Yuya sambil memasang tampang merana. Cewek yang duduk satu baris dengan Yuya, satu meja jaraknya didepan meja Yuya, mendengar percakapan Yuya dengan Ralf. Dia bangun dari kursinya dan menghampiri Yuya sambil membawa bungkusan berbentuk kotak. Ralf memandanginya heran.
“Yuya...”, kata cewek itu.
Yuya mendongkakkan kepalanya, melihat cewek itu. Dia langsung mengangkat kepalanya dan melihat ke arah cewek itu. “ya ??”
“kamu lapar kan ? kebetulan aku buat bekal berlebih tadi dirumah”, lanjut cewek itu sambil memberikan bungkusan yang ada ditangannya. Semua yang ada disekitar tempat duduk Yuya memperhatikannya. Nick melirik kearah Yuya, begitu juga dengan 5 cewek yang mengerumuni Nick. Yuya menerima bungkusan itu, meletakkannya di atas mejanya dan membukanya. Seafood dengan udang ada dihadapannya. Ralf langsung meler melihatnya. Mata Yuya langsung berbinar-binar melihat makanan enak ada dihadapannya.
“ayo dicoba, cicipi”, kata cewek tadi.
Yuya mengambil sendok dan garpu yang ada disamping kotak bekal. Dilahapnya tanpa ampun karena dia memang sudah kelaparan dari tadi pagi. Ralf meler melihat Yuya makan.
“gimana ?”, tanya cewek itu.
“enak...enak banget”, sahut Yuya sambil terus melahap makanan.
“benarkah ??”, sahut gadis tadi girang. “habiskan saja makanannya”.
“terima kasih Tania”, sahut Yuya.
“hey Yuya bagi-bagi donk...”, kata Ralf memotong soalnya dari tadi dia cuma bisa menelan ludahnya saja.
“enak aja...”, balas Yuya.
“masa dengan temen sendiri kau tega sih...”, sahut Ralf dengan tampang memelas.
Disaat mereka berebut, ada cewek lain datang. Dia juga membawa bekal. Dia salah satu dari 5 cewek yang tadi mengerumuni Nick.
“Yuya..bisa cicipi punyaku ?”, sambil membuka kotak bekal dan menyodorkannya kearah Yuya. Isinya sossis yang unik dan fried rice dengan aroma yang menggiurkan.
“tentu saja”, balas Yuya. Dia mengambil sossis dan menyendok sedikit fried rice. “hmm...enak...”.
“benar ??? itu masakanku sendiri lho,,,”, jawab cewek tadi yang bernama Lusy dengan mata berbinar-binar.
“enak mana dengan punyaku ?”, Tania memotong.
“pasti punyaku yang lebih enak”, Lusy membalas.
Yuya terdiam. Dia berkeringat melihat kedua cewek itu menatapnya dengan penasaran. Belum sempat Yuya berbicara, datang beberapa cewek yang membawa bekal mereka masing-masing.
“cicipi juga punya kami, bekal siapa yang paling enak”, kata salah satu dari cewek-cewek yang datang. Sekarang di atas meja Yuya banyak sekali bekal makanan yang kelihatannya enak-enak. Air liur Ralf sudah menetes dari tadi dibuatnya. Terpaksa Yuya mencicipi satu persatu bekal yang ada dihadapannya. Kelihatannya perutnya hari ini bakalan terisi penuh atau mungkin akan kelebihan muatan.
Nick tersenyum kecil melihat kejadian ini. Dia bangun dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan kelas. Yuya melihat Nick pergi. Dia langsung bangun dan berjalan mengikuti Nick.
“hey...Yuya kau mau kemana ?”, kata Tania.
“maaf...tadi aku ada kelupaan..ada sesuatu yang harus aku lakukan”, sahut Yuya.
“trus makanannya bagaimana ?”, lanjut Lusy.
“Ralf...kau habiskan saja makannya”, teriak Yuya kepada Ralf.
“beres boss...nah...yang begini nih gue demen..lo emang temen yang paling yahud dah...”, balas Ralf dengan mata berbinar-binar dan senyum lebar.
“oh iya satu lagi”, lanjut Yuya berkata kepada cewek-cewek tadi. “masakan kalian semua enak, saking enaknya aku jadi tak bisa memutuskan masakan siapa yang paling enak, tapi yang jelas terima kasih atas makannya”.
Yuya berjalan meninggalkan kelas. Cewek-cewek tadi wajahnya merah semua karena masakan mereka dipuji oleh Yuya, mereka semua tidak memperhatikan Ralf yang sedang melahap makanan mereka semua.
Sementara itu Yuya terus membuntuti Nick. Ternyata Nick berjalan kearah atap sekolah. “ngapain dia ke atas atap sekolah ?”, pikir Yuya. Nick menaiki tangga dan membuka pintu yang terletak diujung tangga lalu berjalan terus. Yuya mengikutinya. Dia membuka pintu dan melihat Nick berdiri di belakang pagar pembatas. Yuya berjalan mendekat.
“aku tahu kau akan mengikutiku, Yuya”, kata Nick tanpa berbalik menatap Yuya.
“katakan padaku semuanya”
Nick membalikkan badannya menatap Yuya.
“baiklah”, sahut Nick sambil menghela napasnya. ”Prox adalah sebuah benda mistik berbentuk seperti telur yang memiliki kekuatan magis didalamnya”. “ada banyak Prox didunia ini dan masing-masing memiliki kekuatan magis yang berbeda dengan Prox lainnya”.
“Prox milikku adalah angin dan punyamu listrik”, sambung Yuya.
“lebih tepatnya elemen petir”, balas Nick menjelaskan.
“iya-iya...salah dikit”, Yuya membela diri. “trus apa alasanmu yang sebenarnya, kenapa tadi malam kau menyerangku ?”.
“seperti yang aku bilang kemarin, aku hanya ingin membantumu membangkitkan kekuatan Prox milikmu”, sahut Nick menghela napas.
“kau pasti punya alasan lain disamping alasan itu kan ?”
Nick menatap Yuya dengan tajam. Tampang Yuya menunjukkan keingintahuan yang sangat besar.
“yah...sebenarnya memang ada alasan lain”, sahut Nick. “aku ingin mengumpulkan semua Prox yang hilang”.
“apa maksudmu ?”
“seperti yang aku bilang tadi, jumlah Prox di dunia ini banyak, dan sekarang aku bertugas untuk mengumpulkannya”.
“bertugas ?”
“aku adalah Orlass, sejak berabad-abad yang lalu keluarga Orlanss adalah penjaga dari Prox yang sekarang ada dalam tubuhku ini, tiap-tiap generasi bertugas untuk menjaga Prox petir dengan nyawa, dan sekarang adalah giliranku”.
“tugasmu adalah menjaga tapi kenapa kau bilang tadi mencari Prox yang lain ?”, tukas Yuya.
“sejak dulu tugas Orlanss adalah menjaga Prox petir, namun untuk aku sekarang berbeda ?”
“apa maksudmu ?”
“selama ini tak pernah ada satupun dari generasi Orlanss yang mendapatkan kekuatan dari Prox petir, namun aku mendapatkannya, dan ini adalah suatu pertanda bahwa akan terjadi sesuatu yang besar ketika aku yang menjaga Prox ini”.
“sesuatu yang besar ? apa itu ?”
“aku tidak tahu dengan pasti, namun suatu saat nanti akan terjadi sesuatu yang besar”.
“kenapa kau berspekulasi seperti itu ?”
“sejak dulu Prox disegel untuk tidak terbuka lagi, namun sekarang segel itu telah terbuka kembali, karena itulah pasti ada sebabnya Prox itu terbuka”, Nick menjelaskan dengan teliti. Namun Yuya cuma bengong.
“aku tak mengerti sama sekali apa yang kau katakan itu”, sahut Yuya binging sendiri.
Nick menghela napasnya. Dia beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju tangga turun. “jika kau mau penjelasan lebih rinci dan ingin tahu mengenai sejarah Prox, ikut denganku sepulang sekolah nanti”, kata Nick sambil berjalan meninggalkan Yuya. Yuya cuma menatapinya sambil memikirkan semua yang tadi dia dengar.
“segel Prox terbuka ? apa maksudnya ?”, pikir Yuya dengan sebuah tanda tanya besar yang sekarang ada di kepalanya.

***
Jam menunjukkan pukul 3 tepat, semua siswa merapikan buku-buku mereka untuk bersiap pulang. Yuya merapikan bukunya sambil melamun memikirkan tentang pembicaraannya dengan Nick tadi siang. Dia bahkan tak menatap buku yang dia masukkan kedalam tas miliknya. Dia baru tersadar ketika Nick beranjak dari tempat duduknya dan pergi keluar kelas. Melihat Nick pergi, Yuya bergegas memasukkan buku-bukunya kedalam tas. Ralf heran dengan sikap Yuya hari ini.
“hey...hari ini kau kenapa ? ada masalah ?”, tanya Ralf.
“eh..., apa ?”, Yuya tak mendengar apa yang Ralf katakan.
“aku bilang hari ini kau kenapa ?”, balas Ralf jengkel.
“ga ada apa-apa koq”
“ga ada apa-apa dengkulmu, hari ini kau itu aneh...”, Ralf agak jengkel.
“aneh apanya ?”, Yuya balik bertanya.
“sejak istirahat tadi kau aneh, waktu belajar pun kau cuma melamun, ga ada konsentrasi padahal biasanya kau ga pernah seperti ini”, tukas Ralf.
“masa sih ?”
“emang bener”
Yuya bangkit dari kursinya dan bergegas berjalan keluar kelas meninggalkan Ralf. Sambil berjalan dia memalingkan wajahnya kearah Ralf
“aku duluan, ada sesuatu yang harus aku kerjakan”
Yuya keluar dari pintu kelas, tak terlihat lagi oleh Ralf dari tempat duduknya. “tuh...kan, hari ini dia emang aneh”.
Yuya berjalan menelusuri koridor dengan langkah cepat. Dia menyalip banyak anak lain yang juga berjalan keluar. Yuya berusaha untuk menemukan Nick yang tadi keluar lebih dulu, namun sampai di mulut koridor dia tak menemukan Nick. “apa dia sudah pulang ya ? masa secepat itu ?”, pikirnya.
Ralf menghampiri Yuya sambil berlari. Sambil ngos-ngosan dia berbicara kepada Yuya.
“lo hari ini kenapa sih ? kalo ada masalah cerita aja”, kata Ralf sambil terengah-engah.
“tidak ada yang harus aku ceritakan, toh ga ada juga masalahnya”, balas Yuya.
Terdengar bunyi mesin mobil datang mendekat, mobil sport berwarna biru dengan body mengkilat berhenti beberapa meter didepan Yuya dan Ralf. Kaca mobil terbuka dan terlihat Nick yang mengendarai mobil itu. Semua yang ada disana tercengang, mereka semua melihat kearah mobil Nick yang mentereng.
“Yuya, ikut aku”, kata Nick sambil membukakan pintu depan mobilnya. Yuya dan Ralf hanya tercengang, apalagi Ralf. Ralf menjadi tambah curiga dengan Yuya. Yuya berjalan sambil memegang tasnya menuju mobil dan masuk. Semua yang ada disana terheran-heran melihat Yuya masuk kedalam mobil Nick, termasuk Ralf.
“wah...ada apa ya Yuya dengan Nick ? padahal dikelas kan mereka ga akrab sama sekali”, kata salah satu siswi kepada teman-temannya.
“iya ya, ada apa ya ?”
Mobil Nick berjalan keluar pintu gerbang dan hilang dari pandangan mereka semua. Ralf yang dari tadi melongo sekarang berpikir keras. “kenapa Yuya ikut kedalam mobil Nick ? pasti ada sesuatu diantara mereka”, pikir Ralf.
Yuya duduk diam membisu didalam mobil tak tahu harus berkata apa. Dia mencoba untuk bertanya. “mau kemana kita ?”.
“kerumahku, disana kau akan mengetahui lebih jelas tentang apa yang ingin kau ketahui”, jawab Nick.
Mobil terus berjalan menyusuri jalan raya, sampai mereka tiba disebuah persimpangan menuju sebuah tempat yang Yuya tidak pernah melewatinya. Dari dalam mobil, jauh disana Yuya melihat sebuah pintu gerbang yang besar tepat dihadapanya. Ternyata disanalah rumah Nick. Saat mereka sudah dekat dengan pintu gerbang, Nick tetap tidak menurunkan kecepatannya. Yuya jadi gugup menyadari dirinya bakalan mati konyol gara-gara Nick tidak menurunkan kecepatan. “Hey Nick, kau mau bunuh diri ya ?”.
Nick tak menghiraukannya. Muka Yuya tambah pucat, dia bakalan mati pikirnya. Mendadak pintu gerbang terbuka dengan sendirinya. Mobil Nick melesat memasuki gerbang. Yuya yang tadi sudah ngos-ngosan akhirnya mulai tenang sedikit demi sedikit. Mereka berhenti tepat dihalaman depan pintu rumah. Bisa dibilang rumah itu adalah istana karena sangat besar dan megah. Nick menengok kearah Yuya sambil tersenyum sedikit, sedangkan Yuya tampangnya sudah pucat pasi gara-gara tadi. Nick membuka pintu mobil dan keluar diiringi Yuya disampingnya. Sambil menutup pintu mobil Yuya cuma bisa melongo melihat rumah Nick yang luar biasa besarnya dari luar.
“ini rumahmu ?”, tanya Yuya sambil menelan ludah.
“ kalau bukan ngapain kita kesini ?”, sahut Nick sambil berjalan menuju pintu. Didepan pintu sudah ada pelayan yang menunggu dan membukakan pintu untuk Nick, Yuya cemberut dan dia bergegas mengikuti Nick dari belakang.
Begitu masuk didalam, Yuya melihat bagaimana kondisi didalam rumah Nick. Sungguh luar biasa. Beberapa lukisan besar menempel di dinding, beberapa pelayan wanita sedang membersihkan perabotan yang ada disana. Kelihatannya semua yang ada disana adalah benda mahal pikir Yuya. Ruangan itu sangat luas dan megah. Karpet besar terbentang dibawah kakinya. Sungguh benar-benar rumah orang kaya. Didepan mereka terlihat dua buah tangga besar kearah kiri dan kanan yang sama menghubungkan dengan lantai 2. mereka berdua menaiki tangga sebelah kiri dan lurus menelusuri koridor menuju kamar Nick. Disana sudah ada 2 pelayan wanita yang membungkukkan diri ketika Nick lewat. Tak lama kemudian Nick membuka pintu yang ada disebelah kiri koridor, Nick masuk diikiuti oleh Yuya. Mata Yuya terbelalak melihat kamar Nick yang luar biasa luasnya. “bisa dijadikan lapangan futsal nih !”, kata Yuya iseng.
Di kamar Nick bisa dibilang semuanya ada. Tempat tidur yang sangat besar, karpet berwarna biru besar di lantai, lemari pakaian mewah, TV LCD yang tergantung di piston baja yang keluar dari atas kamar, dan komputer besar dengan 10 layar LCD disekelilingnya. Yuya terbelalak melihat semua itu ada di kamar Nick. Nick meletakkan tasnya diatas meja disamping pintu dan berjalan menuju komputer miliknya. Dia duduk di kursi putar menghadap momputer sedangkan Yuya cuma berdiri dibelakangnya. Nick menyalakan komputer dan terlihat di layar depan muncul sebuah kolom untuk memasukkan kode sandi aktivasi komputer. Nick memasukkan kata sandi hanya dalam waktu sekejap saja. Yuya melongo saja melihat cepatnya tangan Nick menekan keyboard.
“banyak amat kode sandinya ?”, tanya Yuya.
“27 digit, lebih banyak lebih aman. Di komputer ini banyak file yang sangat penting dan rahasia milik keluarga Orlass, tak ada satupun selain keluarga Orlanss yang pernah melihat isinya kecuali kau. Sebenarnya aku mau memasukkan 100 digit tapi terlalu banyak memakan waktu”, jelas Nick.
Yuya mengkerutkan dahinya, “27 digit juga memakan waktu kan ?”. Nick terus membuka file-file yang ingin dibukanya.
“tidak juga, rekor milikku 1,23 detik”, bals Nick sambil terus membuka file. Yuya cuma diam saja, “satu detik 27 digit ? jari macam apa tuh ?”, pikirnya.
“ini dia”, kata Nick setelah menemukan file yang dia cari. Yuya mendekat untuk melihat lebih jelas. “mau duduk ?”, tanya Nick.
“aku berdiri saja”, menolak.
Yuya menatap kearah monitor yang ada di tengah. Terbaca dari layar tulisan “PROX” dengan huruf yang terbilang besar. Terlihat juga berbagai macam tulisan kuno yang tak bisa dimengerti oleh Yuya. “bisa kau jelaskan maksudnya ini ?”, tanya Yuya.
“ini adalah artikel tentang Prox berdasarkan sumber dari keluarga Orlass. Tiap generasi menyampaikan sejarah perihal Prox kepada generasi sebelumnya. Hanya Orlanss saja yang memiliki ini. Kakekku yang memulai pembuatan artikel ini, berdasarkan sejarah yang diceritakan oleh orang tua kakek digabung dengan penelitiannya sendiri. Setelah kakekku wafat, ayahku melanjutkan penelitiannya dan sekarang seluruh anggota keluarga Orlass masih melanjutkan penelitian tantang Prox”.
“kalau begitu ceritakan padaku bagaimana Prox ini bisa ada ?”, tanya Yuya dengan semangat.
Nick menggerakkan mouse dan mengklik sebuah file dan terbuka isi didalamnya. Sambil menunjukkan artikel itu, Nick memberikan penjelasan. “berpuluh-puluh abad yang lalu ada sebuah kerajaan besar bernama Trifelo dengan rajanya Lord Pixmaqual. Pixmaqual memiliki ambisi untuk menaklukkan seluruh kerajaan yang ada di dunia dan berada dibawah kekuasaannya. Dia membangun kerajaannya dan membuat pasukan yang sangat tangguh. Dia juga memiliki barisan penyihir yang kemampuannya luar biasa. Satu per satu kerajaan yang menentangnya takluk ditangan Lord Pixmaqual. Rakyak dari kerajaan yang menjadi taklukannya dijadikan pekerja untuk mengembil sumber daya yang ada di wilayah kerajaan yang dia taklukkan dan sepenuhnya hasil dari itu untuk dirinya sendiri. Penderitaan menyelimuti bumi. Banyak korban berjatuhan. Beberapa kerajaan beraliansi untuk mengalahkan Pixmaqual namun tak ada yang sanggup mengalahkan pasukan Pixmaqual yang sangat kuat. Sampai hanya tertinggal satu kerajaan yang tersisa, kerajaan kecil yang bernama Roulandia dengan raja adil bernama King Roufust”. Nick berhenti bercerita. Yuya yang tadi sudah konsentrasi penuh mendengarkan menjadi ngambek sendiri setelah Nick berhenti bercerita.
“hey,,,koq berhenti ? lanjutkan lagi ceritanya !”, perintah Yuya.
“memangnya aku tukang cerita dongeng anak-anak ?”, balas Nick dengan sinis.
“iya-iya...trus bagaimana kerajaan Roulandia selanjutnya ?”
Nick menghela napas. “di Rolandia, rakyatnya menjadi ketakutan setelah tahu bahwa cuma Roulandia yang belum ditaklukkan Pixmaqual. King Roufust tidak mungkin menyerahkan kerajaannya, namun jika dia melawan, pasukannya juga cuma hanya akan menjadi bulan-bulanan pasukan Pixmaqual. King Roufust terkenal dengan kekuatan magis yang luar biasa. Untuk melindungi rakyatnya, dia menciptakan Prox dari energi alam. Prox-Prox itu kemudian diberikan kepada para prajurit terbaik Roulandia dan terbentuklah pasukan Prox Roulandia yang jumlahnya masih belum diketahui”.
“belum diketahui ? kenapa ?”, tanya Yuya penasaran.
“kami sudah menyelidikinya dari berbagai artifak dari keluarga Orlanss namun tak ada satupun yang menyebutkan jumlahnya, namun kami memperkirakan jumlah pasukan Prox tidak mencapai seratus orang”, jelas Nick.
“kurang dari 100 orang ?, yang benar aja ?”, Yuya kaget.
“setiap prajurit Prox memiliki kekuatan istimewa yang berbeda satu sama lain, seperti halnya aku dan kau”, tukas Nick. “ksatria Prox dibaur dengan pasukan Roulandia dan dipimpin oleh panglima perang Roulandia yang sangat loyal kepada kerajaan, namanya tak diketahui dan juga Prox apa yang diberikan kepadanya. Dia adalah yang terbaik diantara semua ksatria Prox. Pixmaqual mendengar tentang Roulandia yang belum ditaklukkannya. dia mengirim pasukan dalam jumlah kecil karena Roulandia cuma kerajaan kecil yang dikiranya mudah untuk ditaklukkan, namun ternyata dia mendapatkan kabar bahwa pasukannya dimusnahkan oleh pasukan Roulandia, tak ada yang tersisa. Setelah beberapa kali Pixmaqual melakukan penyerangan dan selalu gagal, akhirnya dia mengirim hampir seluruh pasukannya yang dia pimpin sendiri untuk menyerang Roulandia. King Roufust mengirim pasukannya untuk mempertahankan Roulandia. Dalam peperangan itu, pasukan Roulandia kalah jumlah. Ada kemungkinan satu banding seribu. Pasukan Roulandia tak berdaya, semua prajurit gugur dalam perang dan yang tersisa cuma para ksatria Prox. Namun pasukan Pixmaqual juga tak berdaya melawan para ksatria Prox. Kemampuan ksatria Prox yang istimewa meleburkan pasukan Pixmaqual. Pixmaqual yang didukung para Witch bertempur dengan pimpinan pasukan Prox. Pertempuran terbesar dalam sejarah Roulandia. Pixmaqual akhirnya dikalahkan oleh pimpinan pasukan Prox, namun disaat terakhir, Pixmaqual menyuruh para Witch untuk mengutuknya agar suatu saat nanti dia bisa bangkit lagi dan membalas dendam. Jasad Pixmaqual tak ditemukan. Dia lenyap ditelan bumi. Dunia kembali aman dengan kekalahan Pixmaqual”.
“oh...jadi begitu ceritanya ? serasa mendengarkan dongeng saja”, sahut Yuya mulai rileks.
“ceritanya tak berakhir disitu”, lanjut Nick
“eh...???”
“Pixmaqual telah dikalahkan namun timbul masalah baru. Merasa memiliki kekuatan yang hebat, sebagian besar ksatria Prox berbalik berhianat kepada King Roufust. Mereka menginginkan kekuasaan King Roufust yang sekarang telah menjadi pemimpin dunia. Ksatria Prox yang masih loyal terhadap King Roufust bertempur melawan para penghianat. Bertahun-tahun terjadi peperangan melawan para penghianat. Namun karena jumlah ksatria Prox yang masih loyal lebih sedikit, para penghianat tak bisa ditumpas. Rakyat Roulandia kembali dilanda ketakutan. Dengan seluruh kekuatan magisnya yang tersisa, King Roufust kemudian menciptakan sebuah Prox lagi untuk menyegel semua Prox agar penderitaan rakyatnya berakhir. Dia memberikan Prox itu kepada putri semata wayangnya bernama putri Nexila, putri cantik yang menjadi ikon Roulandia. Karena membuat Prox terakhir memerlukan energi magis yang besar, akhirnya King Roufust sekarat dan meminta panglima tertinggi kepercayaannya untuk melindungi sang putri. King Roufust pun meninggal dunia dan kerajaan diambil alih oleh putri Nexila. Mendengar berita ini, para penghianat melakukan penyerangan ke Roulandia. Peperangan besar di Roulandia terjadi. Para kesatria Prox yang tersisa bertarung sampai titik darah penghabisan untuk melindungi sang putri. Karena kalah jumlah dan kekuatan, satu persatu ksatria Prox pelindung putri Nexila gugur sampai yang tersisa hanyalah pimpinan pasukan Prox. Pemimpin Prox adalah ksatria yang paling tangguh yang sangat sulit dikalahkan oleh para penghianat. Sendirian dia melindungi putri dari incaran para penghianat bekas prajuritnya, namun setelah pertarungan yang panjang akhirnya panglima gugur tepat dihadapan sang putri”. Nick terdiam ketika melihat raut wajah Yuya yang sudah tegang.
“kenapa berhenti ?”, sahut Yuya kecewa.
Nick tersenyum saja. Dia melanjutkan, “sambil memegangi panglima yang sudah mati demi dirinya, Putri Nexian menggunakan kekuatan miliknya untuk menyegel semua Prox. ‘semua Prox yang ayahku ciptakan aku segel sampai kekuatannya dibutuhkan lagi oleh dunia’, kata putri Nexila seraya menyegel semua Prox. Semua ksatria Prox, yang telah mati maupun yang masih hidup semuanya berubah menjadi bentuk Prox semula, begitu juga jasad panglima. Prox milik panglima dibawa oleh putri Nexila ke lapangan yang ada di depan istana yang telah hancur porak poranda akibat pertarungan besar. Putri memerintahkan sejumlah abdi kerajaan yang setia padanya sejumlah dengan jumlah semua Prox. Putri memerintahkan masing-masing diantaranya menyimpan satu Prox dan pergi sejauh mungkin serta untuk menjaga Prox itu agar tak ada satupun yang bisa mengambilnya. Dan salah satu dari abdi setia kerajaan adalah Orlanss, moyangku”.
“makanya keluargamu menyimpan Prox petir, nah...kalau yang lain siapa ?”, tanya Yuya iseng.
“seandainya kami tahu, kami pasti sudah mencarinya.”, tukas Nick. “merasa energi kehidupannya sudah mulai habis akibat menggunakannya untuk menyegel semua Prox, putri Nexila memerintahkan pelayan yang paling dekat dengannya untuk menjaga Prox miliknya dan milik panglima Roulandia. Setelah semuanya telah mengambil Prox masing-masing, putri Nexila meninggal dan jasadnya berubah menjadi Prox. Proxnya diambil oleh pelayan terdekat putri. Roulandia hancur, dan semua yang diperintahkan putri pergi menyebar keseluruh penjuru dunia dan sampai sekarang keberadaan Prox yang lain tak pernah terdengar lagi”, kata Nick mengakhiri ceritanya.
“semua Prox disegel sampai kekuatannya dibutuhkan kembali ?”, Yuya bergumam sendiri.
“itulah sebabnya aku ingin mengumpulkan kembali semua Prox. Pasti ada sesuatu yang akan terjadi”, Nick melanjutkan. Yuya menelan ludahnya. “Yuya, ceritakan bagaimana kau mendapatkan Prox itu ?”, Nick bertanya.
“baiklah...dengarkan baik-baik”, Yuya memulai bercerita. “waktu itu aku sedang berjalan di sebuah gang kecil yang merupakan jalan pintas menuju rumahku. Disanalah aku bertemu dengan pria itu. Kondisinya sangat memprihatinkan, dia terluka parah. Aku ingin membawanya kerumah sakit namun dia menolak. Dia menyerahkan Prox itu kepadaku dan menyuruhku untuk menemukan orang yang dapat membukanya. Namun setelah itu jasadnya menghilang seperti debu. Sontak aku lari kerumah. Ketika dirumah, aku memperhatikan benda itu karena mengeluarkan cahaya dan mendadak terbuka. Dan akhirnya jadi seperti inilah aku”, jelas Yuya panjang lebar.
“kejadiannya bisa dibilang mirip denganku”, sahut Nick. Yuya cuma terdiam. Nick mengarahkan pandangannya kembali ke layar komputer. Yuya masih dikerumuni oleh rasa penasaran yang ada di benaknya. Dia masih bingung apa dia akan menceritakan semuanya kepada Nick atau dia diam saja menyembunyikannya.
“Nick...”, Yuya memanggil pelan. Nick memalingkan wajahnya ke arah Yuya dengan sedikit heran. Yuya menatap mata Nick dalam. Nick tambah heran dengan sikap Yuya.
“ada apa ?”, tanya Nick.
“sebenarnya ada Prox lain selain Prox angin yang aku dapatkan”
Nick kaget. Matanya menunjukkan bahwa dia sudah konsentrasi mendengarkan dan rasa ingin tahu yang sangat dalam. “Prox lain ? kau maksud ada Prox lain selain Prox yang sekarang ada dalam tubuhmu itu ?”, Nick bertanya dengan nada yang terlihat penasaran.
“ya”, sahut Yuya sambil mengeluarkan Prox berwarna putih. Nick menatap Prox putih itu dengan tajam. “Prox ini selalu aku bawa kemana-mana karena itu adalah permintaan terakhir dari pria itu”, lanjut Yuya.
“apa kata-kata terakhir yang kau dengar darinya ?”
“dia bilang tolong temukan orang yang dapat membuka kedua Prox ini. Prox ini bukan dibuka tapi akan terbuka dengan sendirinya bila dia bertemu dengan orangnya, terlebih lagi yang berwarna putih, itu adalah kunci dari semuanya”, Yuya menjelaskan dengan detil.
“kunci dari semuanya ?!!”, Nick tercengang. Dia mendadak membalikkan tubuhnya kearah komputer dan dengan kecepatan jari yang luar biasa, dia mencari sesuatu dari komputernya. Yuya tertegun melihatnya. Berbarengan dengan tangan Nick berhenti Nick berucap, “kemungkinan besar itu adalah Prox milik putri Nexila”.
Yuya kaget, “benarkah ?”.
“jika benar Prox itu adalah punya putri Nexila, pria itu pasti keturunan abdi kerajaan yang menjaga putri Nexila. Ada kemungkinan mereka sudah menggunakan kekuatan magis mereka agar jika penjaga Prox mati, jasadnya akan hilang. Dan jika semua itu benar, kemungkinan besar Prox milikmu adalah milik panglima tertinggi pemimpin pasukan Prox Roulandia, Yuya”, kata Nick tajam menyorot Yuya. Yuya terdiam tanpa berkata sedikitpun. Yuya teringat sesuatu.
“masih ada lagi...”, lanjut Yuya.
“masih ada lagi ?”, sahut Nick kembali serius.
“pria itu juga bilang hanya tinggal 2 prox ini yang tersisa, jagalah baik-baik”, Yuya melanjutkan.
Nick shock. “kau yakin dengan apa yang kau dengar ?”, tanya Nick kencang. Yuya kaget. Dia tak pernah melihat ekspresi Nick yang sampai seperti itu. “ya..aku yakin dengan apa yang aku dengar”.
“kalau begitu nyawa kita terancam”, tukas Nick.
“terancam ???”, Yuya terkejut. “apa maksudmu ?”.
“jika benar hanya tersisa 2 Prox itu, maka ada orang lain yang juga mengincar Prox, sedangkan kitalah pemilik Prox yang tersisa. Sekarang digabung dengan milikku maka Prox yang tersisa ada 3”, kita dalam bahaya besar”, Nick menjelaskan sambil berpikir keras.
“Prox milikku menghilang ketika kejadian malam itu, dan kau bilang kejadian yang kau alami juga mirip denganku, dengan kata lain hanya tinggal 1 Prox yang tersisa kan ?”, Yuya menjelaskan sok tahu.
“kau salah, Prox itu tidak hilang tapi ada di dalam tubuh kita”, jelas Nick.
“di dalam tubuh kita ?”, Yuya heran.
“Prox itulah sumber kekuatan kita, karena itulah kita dapat menggunakan kekuatannya, tak ada gunanya sebuah Prox jika tak berada dalam tubuh”.
“jika benar begitukan bagus, jadinya mereka tidak menemukan Prox kita”, sahut Yuya mulai tenang.
“justru karena itu nyawa kita semakin terancam”, balas Nick tajam.
“eh...kenapa ?”, sahut Yuya.
“Prox dalam tubuh kita menyatu dengan jantung milik kita. Jika musuh ingin mengambil Prox milik kita, artinya mereka harus membunuh kita dan mengeluarkan jantung kita”, Nick menjelaskan.
Yuya gemetar. Dia tak bisa membayangkan bahwa jantungnya akan diincar untuk dicabut dari dadanya. Dia mulai ketakutan.
“tapi kita masih bisa selamat”, Nick melanjutkan. Yuya yang sudah mulai kehilangan konsentrasinya menatap kearah Nick. “jika kita bekerja sama dan saling melindungi kita masih punya harapan. Musuh pasti sedang mengicar kita. Kita tidak tahu dengan pasti musuh seperti apa yang kita hadapi, jadi waspadalah...”.
Yuya tertegun. Nick melanjutkan, “Yuya, jangan pernah sekalipun menggunakan kekuatan Prox apapun yang terjadi kecuali dalam keadaan yang sangat genting. Kita harus meminimalisir bahaya yang mengencam diri kita. Terlebih lagi kau memiliki Prox putri Nexila, Prox itu pasti sangat diinginkan oleh musuh, sebaiknya disimpan dirumahku saja. Sistem keamanan yang mutakhir didukung persenjataan canggih yang tak memungkinkan pencuri dapat mengambilnya”.
Yuya menatap kearah Prox putih yang ada ditangannya. “tidak...aku sudah janji pada pria itu untuk menjaganya sendiri dengan nyawaku, aku tak akan membiarkannya lepas dariku”, sahut Yuya dengan mantap. Nick yang tadi serius, wajahnya mulai agak tenang dan tersenyum kecil. Nick berdiri dari kursinya dan menghampiri Yuya. Dia menepukkan tangan kanannya kebahu Yuya. “aku percaya padamu”, kata Nick mantap. Yuya tersenyum.
“ingat ! jangan sekalipun menggunakan kekuatan anginmu dalam kondisi apapun kecuali dalam kondisi terdesak, karena jika salah satu dari kita diketahui oleh musuh, maka yang lain ada kemungkinan juga dalam bahaya, karena itu kita harus kompak”, kata Nick.
“aku mengerti”, tukas Yuya. Yuya menatap kearah jam dinding besar yang ada di kamar Nick. Sudah hampir pukul 5.
“Nick...sudah hampir jam 5, aku harus pulang”, kata Yuya terburu-buru sambil berjalan kearah pintu keluar.
“mau ku antar dengan mobil ?”, Nick menawarkan.
“ah...tidak usah...aku biasa jalan kaki, lagipula dari rumahmu ini juga tidak begitu jauh dari tempatku bekerja”
Yuya terus berjalan. Sampai di depan pintu kamar Nick, Nick memanggil Yuya. “Yuya...”
Yuya memalingkan wajahnya kearah Nick. “mulai sekarang inilah takdir kita, kita tak bisa lari ataupun sembunyi”, kata Nick tajam menyorot mata Yuya. Yuya menatap tajam Nick.
“aku mengerti...”, sahut Yuya.
Nick kemudian menekan salah satu keypad dan berbicara. “Yusi, tolong antarkan temanku sampai keluar rumah”. Yuya cuma diam melihat Nick berucap seperti itu. Saat Yuya berjalan keluar pintu kamar, salah seorang pelayan wanita sudah menunggunya didepan pintu.
“mari saya antar keluar”, kata Yusi.
“terima kasih...”, sahut Yuya sambil berjalan menuju pintu depan rumah Nick. Nick mengikuti mereka dari belakang, beberapa meter dibelakang Yusi. Ketika Yusi dan Yuya sudah berdiri di pintu depan, Nick yang berdiri di atas tangga penghubung lantai satu dengan lantai dua berucap, “Yuya...hati-hati..”
“thank you..”, balas Yuya sambil tersenyum dan berjalan keluar. Nick diam sejenak kemudian dia berjalan menuju kamarnya kembali. Wajahnya terlihat serius sekali. Dia sedang memikirkan sesuatu hal yang mengusik pikirannya.

Kamis, 28 Mei 2009

Cuplikan

Honey Bread

Apa jadinya kalau seorang anak desa miskin mendadak menjadi orang kaya cuma gara-gara tidak sengaja menolong seorang gadis yang tidak dia kenal ?. Inilah yang dialami oleh Rey, anak yang baru saja berusia 18 tahun, yang tidak sengaja menolong Erika, seorang publik figur ngetop, vokalis dari band wanita ‘GALS’, dan anak dari pemilik perusahaan besar ‘Margharetta Corp’. Dia mendapatkan hadiah uang yang sangat banyak dari ayah sang gadis yang ditolongnya.
Hidupnya berubah drastis ketika dia hijrah ke kota besar dimana Erika tinggal. Dia masuk kesebuah sekolah favorit, tempat sekolahnya para anak orang kaya dan beken. Tentu saja hal ini membuat Rey ditimpa banyak masalah. Rey, anak desa yang miskin, super kuper, mega gaptek, dan tidak tahu apa-apa dengan kehidupan kota, tentu saja mengundang banyak problem-problem saat dia tinggal di kota. Apa saja yang dialami Rey saat hidup dikota dengan segala kemewahannya ? banyak hal lucu yang terjadi selama Rey tinggal dikota. Don’t miss it. Honey Bread.... n_n v


W I N D

Takdir Yuya Griffin, 17 tahun, anak kelasa 2 SMA, culun dan bersahaja, berubah saat dia bertemu dengan orang misterius yang membawa 2 buah Prox, benda mistik yang misterius dan memiliki kekuatan magis didalamnya. Satu berwarna perak dan yang satu berwarna putih. Yuya ditugaskan untuk menemukan orang yang bisa membuka kedua Prox itu. Banyak hal aneh terjadi setelah dia membuka Prox warna perak yang diberikan oleh orang misterius tersebut. Dia memiliki kemampuan untuk mengontrol angin seperti yang dia inginkan. Sebenarnya apa Prox itu ?, inilah yang menjadi misteri bagi Yuya.
Sejak saat itulah, Yuya bertemu banyak teman dan musuh. Kehidupannya berubah 180 derajat. Kejadian-kejadian lucu dan menarik banyak yang terjadi selama dia mencari orang yang bisa membuka Prox warna putih. Bersama teman-temannya, mampukah Yuya menemukan sang pemilik sesungguhnya Prok warna putih ? dan mampukah dia menghadapi semua rintangan yang akan dihadapinya kelak ?. Read....!!! W I N D ... n_n v

W I N D

1. Prox

Senin, 7 April 2033. Hari telah menjelang sore, tak terasa bel tanda pulang sekolah telah berbunyi. Murid-murid SMA Techwill di kota Sytlus berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Ada seorang anak laki-laki yang berlari keluar kelasnya dengan sangat terburu-buru. Tak sengaja dia menabrak seorang murid laki-laki lain dan sampai membuatnya terjatuh.
“hey...kalo jalan lihat-lihat donk”, kata siswa yang ditabrak tadi kepada anak yang sedang lari di koridor sekolah. Sambil memalingkan muka anak yang lari tadi tersenyum.
“maaf...aku ga’ sengaja, aku harus buru-buru”
“huh...ternyata dia yang nabrak aku, aku kira tadi siapa, huh...” eluh siswa tadi dengan nada sedikit heran kepada teman yang ada disampingnya.
“hem...??? kenapa ya dia lari ?? emang ada kebakaran ya disekolah kita ???”, temannya bertanya. “.
“Mana ada, ngaco aja kamu ini”
“habis..ga’ biasanya dia lari-lari begitu. Ada apa ya ??”
“mana aku tahu” sahut siswa tadi.
Siswa yang lari tadi dengan cepatnya pergi meninggalkan semua murid yang ada di sekolah itu. Seperti perlombaan lari dia lari tanpa toleh kanan toleh kiri. Dia tidak peduli sama sekali dengan keadaan sekitarnya. Sampai di perempatan di berbelok kearah kanan dan singgah disebuah toko roti. Dilihatnya toko itu sedang sepi pengunjung. Tanpa ragu lagi dia membuka pintu toko yang transparan karena terbuat dari kaca dan langsung menuju penjaga toko yang sedang berdiri didepan meja kasir.
“pak...aku sudah sampai. Mana yang harus aku kerjakan ?” dia bertanya dengan semangatnya.
“oh..kau Yuya ! iya itu tolong diantarkan semuanya kerumah pelanggan ya ! alamat rumah para pelanggan beserta pesanannya sudah tercatat di kertas itu”, sambil menunjuk selembar kertas yang terletak diatas kotak berisi roti.
“tapi ada imbalannya donk ?”
“hehe, urusan itu gampang. Kau sudah sering membantuku disini. Sebagai imbalannya kau boleh ambil apa saja yang kau mau di toko ini. Gimana ?”
“sip...dah ! aku berangkat”, sambil membawa kotak berisi roti keluar toko.
“hati-hati nak !”
Keluar dari toko dia menuju garasi yang terletak disamping toko itu. Diambilnya sepeda dan meletakkan kotak tadi di belakang. Dalam sekejap saja dia sudah mengayuh sepedanya menuju tempat yang tertulis di selembar kertas tadi.

***
Petang menjelang, anak tadi mengayuh sepeda dengan riang menuju toko roti. Sesampainya disana, dimasukkannya sepeda ketempat semula dan berlari masuk ke toko roti.
“semua rotinya sudah aku antarkan ketempatnya masing-masing. Tak ada complain satupun”
“kau memang bisa diandalkan. Sebagai hadiahnya ambillah apa saja yang kau suka”
“berapa banyak ?”
“sebanyak yang kau mau”, sambil tersenyum.
“hehe....thank u pak”
Dengan senangnya dia mengambil roti-roti sebanyak yang dia mau dan memasukkan kesebuah kantong yang memang sudah tersedia di toko itu. Setelah merasa cukup dia menghampiri bapak tadi.
“terima kasih ya pak ! dengan roti sebanyak ini aku ga’ perlu cari makan malam lagi”
“iya sama-sama”
“aku pulang dulu ya pak ?”
“hati-hati ya”
Sambil membawa bungkusan roti tadi dia berjalan menuju rumahnya. Baru beberapa puluh langkah perutnya sudah mulai berbunyi. Dibukanya bungkusan roti tadi dan memakannya. Sambil memakan roti dia menoleh kearah langit dan bergumam,
“sudah terlalu malam nih. Harus segera pulang”
Dilihatnya ada sebuah gang kecil yang merupakan jalan pintas menuju rumahnya. Gang itu kecil dan gelap. Terlihat angker tapi dia sudah terbiasa berjalan melewati gang itu. Tanpa ada rasa takut dia berjalan memasuki gang itu. Didalam gelapnya gang itu, matanya melihat sesosok bayangan buram. Tak jelas bayangan apa itu namun berbentuk seperti manusia. Namun saat itu dia juga mendengar suara rintihan seseorang. Setelah beberapa saat barulah matanya terbiasa dengan gelap. Sambil berjalan perlahan menuju sosok tadi akhirnya dia menemukan seorang pria dalam keadaan luka parah. Dia langsung berlari menuju pria itu.
“tuan kenapa ? anda tidak apa-apa?”
Sambil terbatuk-batuk dan menahan sakit lukanya, pria tadi menjawab
“tidak apa-apa, tak usah pedulikan aku”
“tidak apa-apa apanya ? anda terluka parah begini. Biar aku bantu berdiri”
Dia membantu pria tadi berdiri dan menyandarkannya di tepi gang. Melihat pria ini terluka parah dan sepertinya sudah mulai sekarat, hatinya terketuk untuk memberikan roti yang ada di kantong di genggaman tangannya.
“tuan, makanlah roti ini, setidaknya cuma ini yang bisa aku berikan kepada tuan”, sambil mengeluarkan roti dari bungkusnya dan memberikannya kepada pria tadi.
“terima kasih banyak”
Pria tadi mengambil roti itu dan memakannya. Bapak tadipun bertanya
“anak muda, siapa namamu ?
“oh...namaku Yuya, Yuya Griffin, aku siswa SMA Techwill kelas 2-1”
“kau tinggal dimana ? dengan siapa kau tinggal ?”
“aku tinggal di sebuah apartemen kecil dekat sini. Aku tinggal sendiri saja disana”
“memang orang tuamu dimana ?”
“orang tuaku meninggal karena kecelakaan lalu lintas ketika aku masih kecil. Dulu aku tinggal dengan kakakku tapi setelah dia menikah aku merasa menjadi beban bagi dia makanya aku pergi dan hidup disini”
“oh...maafkan aku ?”
“tak jadi soal. Jangan bicara terus tuan, luka tuan sangat parah. Ayo kita ke rumah sakit, biar aku antarkan”
“terima kasih Yuya. Aku tidak bermaksud menolak kebaikanmu tapi aku sudah tak bisa ditolong lagi”
“sudahlah jangan bicara seperti itu. Ayo kita segera kerumah sakit”
“anak muda ! aku tak sanggup berjalan lagi”
“biar aku yang menggopohmu sampai rumah sakit”
“terima kasih tapi tak perlu kau repot-repot demi aku. Aku adalah orang asing bagimu”
“ga’ peduli dia orang asing atau orang yang kita kenal yang penting kita harus saling tolong menolong satu sama lain”
“baru pertama kali aku menemukan orang sepertimu, Yuya ! kelihatannya kau pantas mengantikan tugasku”
“tugas ? apa maksud tuan ?”
“aku punya sebuah permintaan kepadamu”, pria tadi berbicara dengan nada menahan rasa sakit sambil memasukkan tangannya kedalam saku jasnya yang compang-camping dan penuh dengan darah.
“tolong temukan orang yang dapat membuka Prox ini !” sambil menunjukkan 2 buah benda berbentuk seperti telur yang sama namun berbeda warna dan motifnya. Satu berwarna Perak berlambang seperti huruf S berwarna putih berbentuk bulan sabit dan ada dua lingkaran di antara ruas huruf S itu dan yang satunya lagi berwarna putih dengan lambang seperti matahari berwarna hitam. Kedua benda itu diserahkannya kepada Yuya. Yuya mengambilnya.
“Prox ? apa itu Prox ?” tanya Yuya dengan heran.
“kau akan tahu bila saatnya tiba. Ingat jagalah benda ini sampai kau menemukan orang yang bisa membuka benda ini. Benda ini bukan dibuka tapi akan terbuka dengan sendirinya jika bertemu dengan orang yang dicari Prox ini. Cuma tersisa 2 prox ini yang masih bisa aku selamatkan. 2 prox ini istimewa jadi jagalah jangan sampai ada yang tahu tentang prox ini”
Pria tadi terdiam sejenak, lalu melanjutkan lagi pesannya.
“inilah takdirmu Yuya. Kau harus menemukan orangnya. Terlebih lagi prox yang berwarna putih itu. Itu adalah kunci dari semuanya”
“baik ! walaupun sebenarnya aku ga’ mengerti dengan apa yang tuan bicarakan tapi aku akan menjaga prox ini sekuat tenaga seperti yang tuan wasiatkan padaku”
“terima kasih banyak, aku senang disaat terakhir seperti ini aku bertemu dengan orang sepertimu, sayang aku tidak bisa bersamamu lebih lama. Selamat tinggal”
Tepat ketika pria itu menghembuskan nafasnya yang terakhir, jasadnya mulai menghilang sedikit demi sedikit. Spontan saja Yuya langsung ambil langkah seribu lari keluar dari gang itu.
Sekejap saja dia telah tiba di depan apartemen mungil miliknya. Sambil berlari dinaikinya tangga sampai hampir terpeleset. Sampai di depan pintu, diambilnya kunci dan masuk kedalam rumah. Spontan dikuncinya pintu seperti orang yang diburu penjahat.
Rumah Yuya kecil. Hanya terdiri dari 4 ruangan yang kecil terdiri dari kamar mandi, dapur, dan 2 ruangan yang sama besar. Satu ruangan dijadikannya sebagi kamar tidur dan yang satunya lagi dijadikannya ruang bersantai.
“tadi apa ya ? hantu ? jasadnya bisa menghilang seperti itu ! Cuma hantu yang bisa seperti itu ! tapi...”
Dilihatnya kearah 2 buah benda berbentuk seperti telur tadi
“ini asli kan ? bendanya saja bisa aku rasakan dengan baik di tanganku”
Perlahan-lahan rasa takutnya mulai hilang. Sekarang dia berpikir apa sebenarnya benda itu. Dikeluarkannya kedua prox dari sakunya dan diletakkannya dilantai. Yuya duduk didepan kedua prox itu.
“masa sih benda ini akan terbuka sendiri ketika bertemu dengan orang yang dicarinya ? emang benda ini hidup ? hem...???”
Ditatapnya kedua prox itu dengan cermat. Mendadak Yuya melihat cahaya muncul dari prox berwarna perak. Cahaya ini mengundang rasa keingintahuannya kenapa benda ini menyala sedangkan yang satunya tidak. Dengan hati-hati diambilnya prox yang berwarna perak dan melihatnya dengan seksama. Mendadak prox perak terbuka dan seberkas cahaya mengelilingi tubuh Yuya dan memasuki tubuhnya. Yuya merasa kesakitan karena cahaya ini sampai dia berteriak. Yuya mengerang kesakitan sampai akhirnya dia pingsan dan tak sadarkan diri.

2. Gadis Centil

Bunyi alarm terdengar dari kamar tidur. Yuya terbangun dari tidurnya
“aku tidur disini ya ? perasaan malam tadi aku memegang prox perak dan keluar cahaya dan mengelilingiku truz....aku ga’ ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya”
“ngomong-ngomong dimana prox perak itu ?” pikir Yuya sambil mencari prox perak di sekeliling ruangan. Dicarinya ke setiap sudut, bawah lemari, bawah meja tapi tetap tak ditemukannya prox perak. Dia Cuma melihat prox warna putih yang tetap berada dilantai.
“aneh...! seingatku malam tadi prox perak ada di tanganku tapi sekarang kok ga’ ada ya ?”
Dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan hampir pukul 7 pagi. Dengan tergesa-gesa Yuya masuk kekamar mandi. Beberapa saat kemudian dia keluar dan langsung mengambil baju seragamnya. Diambilnya 2 potong roti dari dapur dan sebotol susu dari kulkas dan langsung dilahapnya kilat. Selesai makan Yuya langsung tancap gas menuju sekolah tanpa pikir panjang lagi.
10 menit kemudian dia sudah sampai di gerbang sekolah. Hari agak berbeda dari sebelumnya. Selama Yuya berjalan menuju ruang kelasnya di lantai 2, banyak yang memperhatikannya. Biasanya tak ada yang memperhatikannya sampai sebegitunya karena Yuya dikenal sebagai anak biasa yang agak culun dan lumayan aneh walaupu badannya lumayan tinggi tapi hari ini banyak yang menatapnya dengan heran.
“ada apa sih ? koq banyak yang menatapku ? emang ada yang aneh ya ?” gumam Yuya dalam hati.
Tiga orang siswa datang menghampiri Yuya. Pimpinannya bernama Hanz, lumayan kekar badannya menghalangi jalan Yuya
“hey culun...sudah ganti popok malam tadi ? hehehe...”
Ketiga siswa itu tertawa dengan terpingkal-pingkal, namun Yuya diam saja. Dia emang sudah biasa diejek oleh Hanz. Hanz yang emang terkenal sebagai anak bandel di sekolah yang sering mengolok-olok dan mengerjai Yuya, karena itulah Yuya sudah terbiasa karena memang setiap hari dia diejek.
“minggir ! aku mau lewat !”, Yuya berkata dengan beraninya. Yuya bingung sendiri kenapa dia berani mengucapkan kata-kata berbau menantang seperti itu kepada Hanz ?
“huh ? kau berani bilang begitu padaku sekarang ? hem...kayaknya ada yang berbeda darimu hey culun ! lupakan tentang itu ! kau sudah berani ya ngomong begitu kepadaku ?”
“heh...emang kenapa bila aku ngomong begitu ?” tanya Yuya sambil mendorong tubuh Hanz. Hanz terlempar sekitar 5 meter dan jatuh terjerembab di lantai koridor. Teman-teman Hanz bingung melihat kejadian ini. Yuya sendiri pun bingung melihat apa yang terjadi. Dia bisa mendorong Hanz sampai terjatuh seperti itu. Sontak banyak siswa dan siswi melihat kejadian ini.
Hanz bangun dan berbicara pada Yuya
“kau sudah melakukan hal yang salah hey culun ! aku tunggu kau saat pulang sekolah di taman belakang. Aku hajar kau disana> jang coba-coba kabur atau kau akan tahu sendiri akibatnya”
Dengan nada yang kesal Hanz pergi dari tempat itu dan kedua temannya mengikutinya dari belakang.
“apa yang telah terjadi padaku ? kayaknya ada yang aneh”
Yuya melirik pada 3 orang siswi yang tadi melihat kejadian tadi. Ketiga siswi tadi wajahnya merah dan langsung lari.
“huh ? kok lari ? emang ada apa sih ? tampangku lucu ya ? emang sih tampangku emang lucu coz aku kan terkenal sebagai anak culun! Hehehe...!” gumam Yuya dalam hati sambil berjalan menuju kelasnya.
Ketika Yuya masuk ke dalam kelasnya, semua teman-temannya heran melihat Yuya.
Seorang siswi berbisik kepada temannya
“itu Yuya kan ?”
“kelihatanya emang dia tapi koq beda ya hari ini ?”
“iya ya, jauh berbeda dengan Yuya yang kemarin”
“he-eh”
Yuya heran dengan semua orang yang ada di sekolahnya. Kenapa semua orang memerhatikannya. Ralf, teman akrab Yuya mendekati Yuya
“Yuya ? lo habis kesalon ya ? gila ! beda banget lo hari ini. Ga’ kaya kemaren. Jadi ini alasan lo kemarin lari2 kaya kuda gila kena tusuk pantatnya ?”
“ngaco aja lo ! mana pernah aku kesalon ! emang ada apa sih dengan tampangku ?”
Tanpa berbicara, Ralf menyerahkan cermin yang diambilnya dari laci meja salah satu siswi. Yuya mengambilnya dan melongok ke cermin
“hah..? kenapa wajahku ?”
“tampang culun lo udah ga’ ada lagi bro ! lo guanteng sekarang, hehehe...salut...”
Yuya masih ga percaya dengan apa yang dilihatnya. Tampangnya yang seperti orang bodoh sudah berubah. Matanya yang sayu berubah menjadi mata yang memiliki tatapan tajam dan terlihat tegas. Wajahnya tidak berubah bentuk, namun raut wajahnya berubah dari tampang culun menjadi tampang coverboy yang cool. Melihat hal ini Yuya sontak kaget
“apa yang terjadi padaku ya ?”
“mana aku tahu”
Ralf melihat ke tubuh Yuya
“badan lo koq jadi bagus gini ? lo fitnes dimana ? sehari bisa jadi begini badan lo ? gila...keren !”
Yuya mengangkat kedua tangannya dan melihat lengannya terlihat lebih berisi dari kemarin. Badannyapun terlihat proposional. Yuya heran melihat apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Apakah ini karena Prox itu ? pikirnya.
“ini pasti karena prox kemarin !”
“ha ? prox ? apa itu ?” tanya Ralf dengan nada heran
“bukan apa-apa, ga’ usah dipikirkan”
Dari pintu muncul sesosok laki-laki berbadan tinggi dan tegap, lebih tinggi sedikit daripada Yuya, berkacamata dan ekspresi dingin dari matanya.
“akhirnya Nick muncul juga ! Yuya, aku pengen deh punya otak kayak dia, cerdasnya minta ampun”
“sayangnya otakmu ga’ bisa ditukar dengan otaknya, sekalipun bisa ditukar dia juga ga’ bakalan mau menukarnya dengan otakmu yang jarang dipake itu”
“hehe...benar juga”
Mereka berdua tertawa. Nick melihatnya dan menghampiri mereka
“pagi”
“pagi...” balas Yuya dan Ralf berbarengan
Nick menatap Yuya dengan pandangan sedikit tajam. Melihat ini Yuya juga melakukan hal yang sama kepada Nick lantas bertanya
“ada apa ?”
“tidak ada apa-apa”
Nick meletakkan tasnya diatas mejanya. Nick duduk dibarisan no 2 dari paling kiri dan no 2 dari belakang. Dibelakangnya duduk Ralf dan dikiri Ralf adalah tempat duduk Yuya. Yuya duduk di barisan paling kiri dan paling belakang.
Bel tanda masuk berbunyi. Semua murid menempati tempat duduknya masing-masing. Tak beberapa lama seorang wanita muda masuk. Namanya adalah Moi Hanagi. Biasa dipanggil bu guru Moi. Dia mengajar Geografi di kelas Yuya.
“baiklah kita absen dulu. Andy...”
Bu guru Moi mengabsen murid-muridnya di kelas 2-1. Yuya masih memikirkan apa yang terjadi pada dirinya.
“Yuya Griffin...”, bu guru Moi mengabsen. Yuya yang dari tadi melamun tak menyadarinya sama sekali.
“Yuya Griffin”, suara ibu guru sedikit lebih keras dari sebelumnya.
“eh...Ha..hadir bu”, jawab Yuya dengan tergagap gagap.
“dari tadi kau melamun ya Yuya ?”
“ma...maaf bu..., ga’ sengaja”
Bu guru menanatap Yuya dengan agak heran
“hem...kau tampak beda hari ini ! kelihatannya...hem....”
“apanya yang berbeda bu ?”
“kau terlihat manis juga, hehe...”, kata bu guru Moi agak centil
Wajah Yuya langsung merah karena bu guru Moi selain masih muda tapi juga berparas cantik dan punya bentuk tubuh yang bagus. Banyak yang mengatakan bu guru Moi adalah guru yang paling seksi dan cantik di sekolah jadi wajar kalau wajah Yuya langsung merah bila dibilang begitu oleh bu guru Moi. Semua siswa melirik kepada Yuya. Ralf tertawa sedangkan Nick menatap Yuya dengan tajam. Bu guru Moi melanjutkan mengabsen siswa hingga selesai dan memulai pelajaran.

***
Bel tanda istirahat berbunyi. Semua murid merapikan buku mereka masing-masing. Ada sebagian yang keluar kelas untuk pergi ke kantin dan ada juga yang tetap di dalam kelas sambil membuka bekal mereka. Ralf yang dari tadi mengeluh pengen makan akhirnya tidak tahan lagi.
“Yuya, ke kantin yuk ?”
“ok deh, yuk”
Mereka berdua berjalan menuju kantin dengan agak uring-uringan soalnya dari tadi perut mereka sudah keroncongan. Begitu sampai di kantin, Ralf terhenyak melihat kantin sudah ramai. Hampir semua tempat duduk telah terisi. Dia menoleh kekanan dan kekiri untuk mencari tempat duduk yang kosong dan berhasil.
“nah...disitu ada meja kosong satu, cepetan, entar ada yang ngisi lagi”
Sambil setengah berlari Ralf mendekati tempat kosong itu akhirnya berhasil meraihnya. Yuya yang melihat polah temannya hanya tersenyum.
“bu kantin, pesen spagetty ya ama lemon juice ya ?”, Ralf menyeru kepada ibu kantin yang berdiri kira-kira 3 meter dari mereka.
“Yuya, kamu pesan apa ?”, Ralf nanya
“aku ga’ mesan ! jus kaleng aja deh...lagi boke nih. Aku ke mesin minuman dulu ya sebentar”, sahut Yuya sambil beranjak dari tempat duduknya.
“yah...kenapa sih Yuya boke tepat disaat aku juga lagi tongpes (kantong kempes)”, Ralf menyela napasnya.
Ibu kantin kembali menuju meja Ralf dan Yuya sambil membawa pesanan Ralf. Ralf sudah meler melihat spagettynya. Beberapa saat kemudian Yuya kembali dan duduk di kursinya kembali.
“Pop juice, lumayan buat diminum dan ga’ mahal”
“aku jadi ga’ enak nih makan sendiri”
“sudah makan aja. Aku udah biasa ga’ makan siang”
“ya udah”
Tanpa komentar lagi, Ralf langsung melahap makanannya seperti orang ga’ makan 10 tahun. Saking rakusnya Ralf makan sampai-sampai mulutnya blepotan dengan spagetty. Yuya yang dari tadi melihat cuma cengengesan. Selagi meminum pop juicenya, Yuya melihat cewek cantik berambut coklat dengan poni menyamping kekiri dengan juntaian sedikit berpilin di kedua telinganya celingak-celinguk kebingungan. Kelihatannya dia mencari sesuatu pikir Yuya. Cewek tadi melongok kearah Yuya, dan berjalan mendekat. Yuya acuh tak acuh saja.
“permisi kakak...boleh saya duduk disini ??” tanya gadis tadi dengan ramah dan penuh senyuman.
Mendengar suara cewek, Ralf langsung melongok dan terkejut melihat cewek cantik berdiri dihadapannya. Saking terkejutnya sampai-sampai dia tersedak. Yuya mengambilkan lemon juice Ralf untuk menolong temanya yang tersedak.
“aje gile...bidadari dari mana nih ?” tanya Ralf pada Yuya
“bersikan dulu wajahmu yang belepotan pake tisu baru ngomong. Malu-maluin aja”,balas Yuya dengan nada agak sedikit menegur. Ralf mengambil tisu yang ada di sampingnya dan membersihkan mulutnya dengan tisu itu.
“boleh...?”,tanya gadis itu sambil menunjuk ke satu kursi kosong yang ada di meja mereka.
“ah...iya...silahkan”,balas Yuya sambil tersenyum sopan. Yuya bertanya
“anak kelas 1 ya ?”
“iya kak, namaku Aya Coyle biasa dipanggil Aya. Saya murid baru disini. Saya anak kelas 1-3. Saya ke tempat kakak soalnya cuma disini yang saya lihat ada kursi kosongnya”
Kali ini Ralf kembali tersedak. Yuya yang melihat tingkah temannya ini mengerutkan dahinya.
“Aya ? Aya Coyle ? artis pendatang baru yang sedang naik daun itu kan ?”,sahut Ralf dengan nada terhenyak. Yuya cuma melongo.
“iya kak”
“oh...benarkah itu kau ?, pantesan aja wajahmu familiar. Oh iya...kenalkan namaku Ralf, Ralf Torsley. Senang berjumpa denganmu. Aku fansmu lho...”, kata Ralf dengan gaya sok kenal sambil menjulurkan tangannya. Aya cuma diam saja. Hati Ralf retak melihat sikap dingin Aya. Aya melirik kepada Yuya.
“nama kakak siapa ?”
“oh..namaku Yuya, Yuya Griffin. Salam kenal”
“kak Yuya...nama yang bagus..hehe...”, Aya tertawa centil
“hehe...”,balas Yuya dengan senyum.
“oh iya maaf ya kak udah mengganggu”
“ah...ga’ apa-apa koq. Kami ga’ merasa terganggu tuh”, sahut Ralf memotong, tapi lagi-lagi Aya tak menggubrisnya. Hati Ralf terbelah dua. Aya melihat kearah Ralf, lalu kearah Yuya lagi
“kak Yuya ga’ makan ?”
“hehe...ga’...”
“lagi diet ya ?”
“ga tuh...”
“truz knp ga’ makan ?”
“lagi malas aja”,sahut Yuya dengan nada yang kurang meyakinkan. Ralf yang mendengar percakapan mereka cuma diam meratapi nasibnya yang tak digubris Aya.
“oh...! kalo gitu kak Yuya mo makan apa ? biar Aya yang bayar”
Mendengar ini Ralf kembali tersedak untuk yang ketiga kalinya. Untuk yang kali ini rasanya Ralf kayak orang lagi sekarat. Dengan tergopoh-gopoh diraihnya lemon juice miliknya dan menegaknya sampai habis. Akhirnya Ralf tenang juga. Yuya memandang sinis temannya itu.
“ah...ga’ usah repot-repot. Aku minum pop juice ini aja udah cukup kok”
“kak Yuya ga’ merepotkan koq. Hitung-hitung sebagai ungkapan rasa terimakasih Aya karena sudah mengijinkan Aya duduk disini”
“ah...ga’ usah berterima kasih. Ga’ apa-apa koq”
Perut Yuya ternyata tak bisa berbohong. Perut Yuya berbunyi tanda dia memang lapar.
“tuh kan...apanya yang ga’ apa-apa. Ya udah kalo gitu biar Aya yang pesankan deh”, sambil melihat daftar menu.
“yap ! yang ini aja deh. Bu...saya pesan ini ya dua sama minumnya yang ini dua”, sambil menunjuk ke menunya.
“tunggu sebentar ya”,sahut ibu kantin.
Yuya hanya tersipu malu. Perutnya sekarang emang tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dia memang lapar.
“oh iya, kak Yuya kelas berapa ?, boleh tahu ga’ ?”, tanya Aya dengan sedikit centil.
“aku anak kelas 2-1, sama dengan Ralf”
“oh...entar misalnya Aya perlu bantuan, Aya minta bantuan kak Yuya ya ? soalnya Aya belum punya banyak teman disini”
“eh..iya ! boleh aja koq. Cari aja aku dikelasku bila Aya perlu bantuan”
“benarkah ? aduh...senangnya kak Yuya mau bantu Aya”
Selagi mereka masih berbincang-bincang, Hanz datang menghampiri mereka.
“oh...si culun rupanya disini ya ?”,ejek Hanz.
Hanz melirik kepada Aya yang duduk di hadapan Yuya.
“hem...hebat juga kau culun, bisa dapat cewek cantik kaya gini, tapi kau ga’ pantas dapat cewek cantik seperti ini. Biar aku saja yang menggantikanmu”, kata Hanz sambil menggoda Aya. Hanz ingin menyentuh dagu Aya tapi Yuya menangkap tangannya.
“jangan membuat keributan disini. kau kan bilang sepulang sekolah kita selesaikan diluar. Jangan disini”, sahut Yuya sambil melempar tangan Hanz menjauh dari Aya. Ralf yang melihat ikut melerai.
“hey..Hanz..disini kantin sekolah, bila ribut disini bakalan banyak masalah jadi sebaiknya kau pergi”, Ralf menjelaskan dengan memasang tampang marah.
“okay...aku tunggu sepulang sekolah di halaman belakang. Tapi awas jangan coba-coba kabur”,hanz menggeretak.
“aku tak kan lari”,sahut Yuya dengan yakin.
“okay...Fred, Tom, ayo kita pergi”,Hanz mengajak 2 temannya pergi. Akhirnya situasi tenang. Aya yang dari tadi cuma melongo karena melihat situasi tadi akhirnya berani berbicara.
“kak Yuya kenapa melakukan hal itu ? jadinya kak Yuya dapat masalah deh”
“sudah ga’ apa-apa, lagipula masalahnya juga dari tadi pagi koq, jadi kamu ga’ usah takut”,jelas Yuya sambil tersenyum.
Tak beberapa lama ibu kantin datang membawakan pesanan. Yuya melihat apa yang dipesan Aya. Makanan yang paling mahal di kantin.
“ga’ salah nih ?”,tanya Yuya dengan nada terkesima.
“ga’ ! ga’ ada yang salah koq. Makan aja. Biar Aya yang traktir. Yuk makan sama-sama”,balas Aya sambil mengambil sendok dan garpu.
Berhubung sudah ditraktir dan makannya sudah ada, akhirnya Yuya tidak bisa menolak lagi. Menu ‘beef stick’ memang yang paling mahal dan Yuya belum pernah memakannya. Memang nasibnya bagus hari ini pikirnya. Ralf yang cuma bisa melihat ngiler aja soalnya dia sudah makan duluan dan tidak mungkin ditraktir Aya juga. Memang hari ini adalah hari yang sial bagi Ralf. Sudah beberapa kali tidak digubris oleh Aya, sekarang dia cuma bisa melototin Yuya makan beef stick yang mahal. Hati Ralf remuk.
Saat makan, Aya mencoba bertanya kepada Yuya
“kak Yuya...nomor Hpnya berapa ? biar Aya bisa calling-calling gitu kali aja bisa nanya-nanya”
“mmm...kalo itu...”
“Yuya ga’ punya handphone”,Ralf memotong dengan mantap. “kali ini pasti berhasil mendapatkan perhatian Aya”,pikir Ralf.
“gimana kalo nomerku aja ? aku kan juga satu kelas dengan Yuya dan aku juga bisa bantu kamu dengan baik koq...”,sambung Ralf dengan nada yakin.
“kak Yuya ga’ punya handphone ya ? yah...”,kata Aya tanpa memperdulikan sedikitpun perkataan Ralf. Kali ini hati Ralf benar-benar menjadi abu gosok.
Tak terasa bel tanda masuk berbunyi sesaat setelah Yuya menghabiskan makanannya. Yuya dan Ralf bangkit dari kursinya masing-masing sedangkan Aya pergi ke meja kasir untuk membayar harga makanan. Saat itu Ralf berbisik pada Yuya.
“duitnya banyak tuh ! artis...”
“mikir apa sih kamu itu ?”,sahut Yuya dengan pandangan sinis.
Setelah membayar, Aya mendekati mereka lagi.
“kak...terima kasih udah menemani Aya makan siang. Entar kapan-kapan kita makan bareng lagi ya ?,tenang...Aya yang bayar...hehehe..., dah kakak...”,sambil berlari meninggalkan Yuya dan Ralf menuju kelasnya. Yuya dan Ralf pun juga berjalan menuju kelas mereka beriringan dengan murid-murid kelas 2 yang lain yang sama-sama makan di kantin.

***
Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Semua murid bergegas pulang. Ralf yang dari tadi gelisah memikirkan nasib temannya sepulang sekolah ini mendekati Yuya.
“Yuya...kau yakin mau menghadapi tuh si jagal dari tong sampah ?”, tanya Ralf sambil nyengir. ‘kelihatannya dia marah banget tuh sama lo...bisa dibunuhnya lo”, lanjut Ralf dengan nada agak menakuti.
“kalau aku mati kan lumayan kelas ini agak longgar sedikit”, jawab Yuya bercanda.
“ah...lo jangan bercanda donk...serius nih...”, balas Ralf dengan ekspresi agak takut. “kau akan menemuinya sekarang ?”
“yap...lagipula bila aku lari hari ini, besok dia juga bakalan mencari aku”, sahut Yuya dengan tenang. “aku kan tidak mungkin terus menghindar, hari ini atau nanti kan sama saja, cuma masalah waktu”.
“iya sih...tapi kan....”
“sudahlah...”, kata Yuya sambil beranjak dari kursinya, mengambil tasnya dan berjalan menuju pintu keluar. Belum sampai didepan pintu, Yuya memalingkan wajahnya kearah Ralf.
“kau pulang saja, aku akan baik-baik saja”, ucap Yuya sambil berjalan meninggalkan kelas. Ralf hanya termangu berdiri menatap pintu memikirkan apa yang bakalan terjadi pada sahabatnya itu.
Yuya berjalan menuruni tangga dan menelusuri koridor menuju halaman belakang sekolah yang sudah mulai sepi karena semua siswa sudah pulang, hanya beberapa siswa saja yang masih terlihat berjalan di koridor sambil membawa buku dari perpustakaan. Ada sedikit perasaan takut dalam benak Yuya namun dia beusaha untuk melawannya.
“aku bukan seorang pengecut”, pikirnya meyakinkan keteguhan hatinya. Tak terasa dia sudah berada diujung koridor dan satu langkah kakinya membuat dia keluar dari gedung sekolah. Dia terus berjalan menyisir gedung sekolah samapi keujung. Dilihatnya ada 3 orang yang sudah tidak asing lagi baginya. Hanz, Fred, dan Tom sudah berdiri dibawah pohon menanti kedatangan Yuya. Fred melihat Yuya dan berbicara kepada Hanz.
“bos...lihat tuh, sia anak culun belagu sudah datang buat dihajar”, katanya sambil cekikikan. Tom tertawa melihat Yuya berjalan agak lamban mendekati mereka bertiga. Yuya terus berjalan sampai hanya kira-kira 6 langkah dari Hanz dan kawan-kawan. Melihat Yuya berdiri dihadapannya, Hanz tersenyum puas.
“ternyata kau berani juga datang sendirian menghadapiku !”, kata Hanz dengan kemenangan. Dia memukulkan tangan kanannya ketelapak tangan kirinya, bersiap-siap untuk menghajar Yuya. Melihat hal ini, Yuya hanya diam dan tak bergeming sedikitpun dari tempat berdirinya. Ekspresinya tak berubah sedikitpun. Tak ada ekspresi rasa takut yang tergambar dari wajahnya. Melihat hal ini, Hanz naik pitam. Hanz berlari mendekati Yuya. Dia melayangkan tangan kanannya kearah wajah Yuya. Pukulan Hanz tepat mendarat di wajah Yuya. Yuya jatuh tersungkur. Dari mulutnya keluar darah. Yuya bangkit untuk berdiri dan menatap Hanz dengan tatapan tajam. Hanz dongkol melihat sikap Yuya.
“beraninya kau menatapku seperti itu ?’, teriak Hanz. Hanz mendekati Yuya, menarik kerah baju Yuya dengan tangan kiri dan mengangkatnya. “kau sudah bosan hidup ya ?”.
“hajar bos”, sahut Fred mendukung Hanz. “jangan beri ampun”, sahut Tom menambahkan.
“tak ada gunanya juga aku melawanmu”, sahut Yuya tenang.
“heh...bagus...kau akhirnya menyadarinya bahwa kau memang tidak berdaya, kau lemah, berani-beraninya kau menantangku”, kata Hanz dengan congkaknya, merasa dirinya telah menang.
“heh...kau salah paham”, sahut Yuya. “aku tak merasa tak berdaya dihadapanmu”, lanjut Yuya. “aku cuma tidak mau memperpanjang dan memperbanyak masalah denganmu”, sambung Yuya sambil menatap tajam mata Hanz.
“apa kau bilang...”, teriak Hanz dengan marah. Hanz mengepalkan tangan kanannya, bersiap untuk memukul wajah Yuya lagi. Namun, sikap Yuya tetap tak berubah sama sekali. Saat Hanz melayangkan pukulannya kearah wajah Yuya, terdengar suara teriakan seorang laki-laki.
“Hentikan...”, teriak Ralf dari kejauhan. Ralf berlari mendekati mereka sambil memegangi sebilah tongkat kayu yang lumayan panjang. “lepaskan temanku...”.
“apa yang kau lakukan disini, Ralf ?”, teriak Yuya. “cepat pergi...”.
“rupanya ada cecurut yang pengen merusak pesta ya ?”, kata Hanz tersenyum. “Fred, Tom, bereskan pengganggu ini”, perintahnya kepada kedua temannya.
“akhirnya ada juga yang bisa dihajar”, kata Tom senang. Meraka berdua menghadang Ralf yang sedang berlari mendekat. Mereka berdua memegang tongkat baseball ditangan mereka masing-masing. Melihat ada yang menghalangi jalannya, Ralf berhenti mendekat. Merasa dia tak memiliki kesempatan untuk menang, Ralf berkata.
“kalau berani ayo satu lawan satu, dengan tangan kosong”, kata Ralf sambil menjatuhkan tongkat yang ada ditangannya. Fred melempar tongkat baseballnya ke samping.
“baiklah...aku hadapi kau, hehe...”, Fred tertawa. Tom memperhatikan mereka.
Ralf berlari kearah Fred sambil mengarahkan kepalan tangannya kearah wajah Fred. Fred berhasil menangkisnya dengan tangan kanannya, dan melayangkan pukulan kearah wajah Ralf dengan tangan kiri. Ralf jatuh tersungkur. Fred mendekatinya, mengangkat kakinya dan menginjak tubuh Ralf yang sudah jatuh tersungkur di tanah. Fred melakukan ini berulang-ulang. Ralf mengerang kesakitan.
“coba kau lihat temanmu itu, tak berdaya seperti dirimu, mau jadi pahlawan kesiangan ?”, kata Hanz kepada Yuya sambil tertawa puas. Tom ikut-ikutan tertawa. “sekarang giliranmu culun”.
Hanz melayangkan pukulannya sekali lagi kearah wajah Yuya. Yuya jatuh untuk kedua kalinya. Dia mengerang kesakitan. Hanz mendekati Yuya yang terjatuh dan menarik kerah baju Yuya.
“inilah akibatnya bagi orang sepertimu”, bisik Hanz ketelinga Yuya.
Yuya hanya menatap Hanz dengan pandangan yang sama dengan sebelumnya. Hanz benar-benar marah kali ini. Dia akan memukul Yuya tanpa ampun kali ini. Namun, tepat saat itu, Aya datang sambil berlari mendekati mereka.
“jangan sakiti kak Yuya....”, teriak gadis ini.
Hanz memalingkan wajahnya kearah Aya. Melihat Aya, Yuya shock. Yuya berteriak kepada Aya.
“apa yang kau lakukan..? cepat pergi dari sini !”. “ini tidak ada hubungannya denganmu”, lanjut Yuya.
“aku tidak akan pergi dari sini”, teriak Aya. Aya berlari mendekati Hanz dan menarik tangan Hanz agar bisa melepaskan Yuya. “lepaskan kak Yuya”, teriaknya.
“minggir sana”, teriak Hanz sambil melayangkan punggung tangannya kearah Aya. Hanz menampar Aya tepat di pipi. Genggaman Aya terlepas dari tangan Hanz. Aya terjatuh namun masih bisa menopang badannya dengan kedua tangannya. Aya memegangi pipinya. Dari matanya terlihat oleh Yuya air mata. Air mata jatuh kepipi Aya. Yuya tertunduk.
“kau...”
Hanz mengalihkan pandangannya kearah Yuya. Angin berhembus kencang seketika. Angin terasa begitu kencang. Hanz menyipitkan matanya karena debu-debu pasir bertebaran oleh angin yang kencang. Fred dan Tom menggunakan kedua lengan mereka untuk melindungi mata mereka.
“apa yang terjadi ?”, teriak Tom.
“aku juga tidak tahu”, balas Fred. Ralf yang tadi tersungkur mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang terjadi. Dia menyipitkan matanya karena sulit melihat diantara gumpalan debu dan pasir yang beterbangan.
“beraninya kau memukul seorang wanita dihadapanku sampai membuatnya menangis”, kata Yuya masih menunduk. “tak akan kuampuni kau...”, teriak Yuya sambil menegakkan kepalanya. Angin bertambah kencang bersama teriakan Yuya. Yuya menggenggam lengan Hanz yang memegangi kerah bajunya. Digenggamnya lengan Hanz dengan kuat. Hanz berteriak kesakitan karena genggaman kuat Yuya. Genggaman Hanz dikerah Yuya terlepas. Yuya menarik lengan Hanz kesamping, menatap mata Hanz dengan pandangan kemarahan. Hanz melihat tatapan mata Yuya namun dia masih mengerang kesakitan. Yuya berdiri dan mencengkram leher Hanz dengan tangan kanan. Hanz tak berdaya dibuatnya. Tubuh Hanz terangkat keatas dan Yuya melempar Hanz, melepaskan cengkramannya dari leher Hanz. Hanz terlempar kira-kira 20 langkah dari tempat Yuya berdiri dan jatuh terjerembab diiringi erangannya. Hanz yang masih tersungkur menatap kedua temannya yang melongo melihat kejadian itu.
“hey...apa yang kalian lakukan ?”, teriak Hanz kepada kedua temannya. “serang dia”, perintah Hanz.
Fred dan Tom mengambil tongkat baseball mereka masing-masing dan berlari kearah Yuya sambil mengangkat tongkat baseball mereka. Posisi Yuya yang sebelumnya membelakangi mereka berbalik dan mengayunkan tangan kirinya kearah Fred dan Tom. Berbarengan dengan ayunan tangan Yuya, sekilas terlihat kibasan angin dengan kencang menuju mereka berdua. Kibasan angin itu melalui atas kepala Fred dan Tom. Saat itu pula tongkat baseball yang ada di tangan mereka terpenggal menjadi dua dan penggalannya jatuh tepat dihadapan mereka. Mereka berdua saling menatap satu sama lain karena heran. Yuya yang melakukan hal itu juga cuma melongo, tak percaya dengan apa yang dia lihat. Fred san Tom tersadar dari keheranan mereka. Mereka melempar potongan tongkat baseball kesamping dan bersiap untuk menerjang Yuya. Tom terlebih dahulu melancarkan serangan kepada Yuya. Tom melancarkan pukulan kearah wajah Yuya, namun Yuya dapat menghentikan serangan Tom dengan menangkap genggaman tangan Tom menggunakan tangan kirinya. Yuya mencengkram tangan Tom dengan kuat sehingga Tom menjerit kesakitan. Masih dalam posisi seperti itu, Tom melayangkan pukulan dengan tangannya yang satunya lagi kearah wajah Yuya. Namun belum sempat menyentuh wajah Yuya, Yuya terlebih dahulu menghantam wajah Tom dengan menggunakan punggung tangannya. Saking kerasnya hantaman Yuya sampai-sampai Tom terpental jauh dan jatuh tersungkur tak berdaya lagi. Fred bergerak kesamping Yuya dan melancarkan serangan untuk menghantam pipi Yuya. Namun Yuya yang melihat pergerakan Fred bergerak mundur selangkah, menghindari serangan Fred dan menghujamkan satu pukulan tepat dipipi kanan Fred. Fred terpental dan tak dapat bangun lagi.
“itu adalah balasan karena telah memukul temanku, Ralf !”, kata Yuya menatap Fred dengan tajam. Hanz yang tadi terbaring di tanah bangkit dan berlari menyerang Yuya.
“kurang ajar kau...”, teriak Hanz sambil mengarahkan pukulan kearah Yuya. Tapi dengan satu gerakan cepat, Yuya membungkukkan badannya sedikit dan memukul Hanz tepat di perut. Terkena pukulan ini, Hanz mengerang dan roboh seketika. Mulutnya mengeluarkan darah merah. Dia tidak bisa berdiri lagi. Yuya menatap Hanz dan berbicara lantang.
“itu untuk Aya”, kata Yuya kepada Hanz dengan sorot mata tajam tanda kemarahan. “dan itu belum cukup”, lanjutnya. Aya yang menyaksikan kejadian ini menangis melihat Yuya.
“hentikan...sudah cukup...”, kata Aya sambil menangis kepada Yuya. Yuya menoleh kearah Aya. Tatapan matanya kembali seperti semula, tak ada ekspresi kemarahan lagi. Yuya berjalan mendekati Aya dan membantunya berdiri.
“kau tidak apa-apa ?”
“tidak...terima kasih kak !”, sahut Aya.
Yuya mengalihkan pandangannya kearah Ralf yang tersungkur beberapa meter dari tempatnya berdiri dan berlari mendekatinya. Yuya membangunkan Ralf agar bisa duduk dan merangkulnya agar tidak terjatuh. Posisi mereka seperti yang ada di film Romeo dan Juliet. Aya yang melihat tingkah kakak kelasnya itu hanya bisa bengong.
“Ralf...sadarlah...”
“argh...uhuk..uhuk..kau Yuya”
“kau tidak apa-apa ?”
“aku tidak apa-apa, uhuk..”, balas Ralf dengan terbatuk-batuk. Dari jauh mereka berdua terlihat seperti dua sejoli yang sedang mengambil adegan penyelamatan oleh sang pemeran utama. Aya berjalan mendekat, melihat kearah mereka berdua sambil tertawa.
“hehe...kalian seperti pangeran dan putri, pangeran yang menolong tuan putrinya, hehehe...”, kata Aya sambil tertawa.
Yuya menatap kearah wajah Ralf. Ralf memasang wajah imut-imut. Sontak Yuya mendadak menjatuhkan Ralf.
“aduh...hey...kenapa kau lepaskan aku ?”, teriak Ralf kepada Yuya.
“ngapain juga aku amelakukan hal seperti itu kepadamu ? malu-maluin aja”, sahut Yuya.
Aya hanya tertawa melihat kejadian ini. Aya melirik kearah bibir Yuya yang berdarah. Diambilnya sapu tangan dan mengusapkannya dibibir Yuya untuk membersihkan darahnya. Yuya menjadi salah tingkah dibuatnya. Aya hanya tersenyum sedangkan Ralf cuma bisa meratapi nasib mujur temannya yang jauh berbeda dengan nasibnya yang memang benar-benar apes hari ini. Yuya menoleh kearah Hanz.
“kalian berdua”, kata Yuya kepada Fred dan Tom tanpa menoleh kepada mereka berdua. “bawa Hanz dan cepat pergi dari sini”.
“b..bba...baik..”, sahut Fred dan Tom. Mereka bangkit dan berlari menuju Hanz, merangkulnya dan berjalan meninggalkan Yuya, Aya, dan Ralf. Setelah mereka tak terlihat lagi, Aya melirik kepada Yuya.
“kak, ayo pulang”
Belum sempat Yuya berbicara, dia merasakan ada yang memerhatikannya dari belakang. Yuya menoleh kebelakang untuk memastikannya namun tak ada siapa-siapa disana selain Ralf yang berdiri beberapa langkah dibelakangnya. Aya heran melihatnya.
“ada apa kak ?”
“ah...tidak ada apa”, sahut Yuya. Ayo pulang”, ajak Yuya.
Mereka bertiga pun pergi meninggalkan tempat itu. Sampai didepan gerbang sekolah, Yuya dan Ralf melihat sebuah mobil Mercy dan seorang pria tua yang berdiri disamping mobil itu.
“rumah kak Yuya dimana ?”, tanya Aya. “ayo ikut Aya biar supir Aya yang antarkan kak Yuya pulang, kak Ralf juga”.
Mendengar ini hati Ralf berbunga-bunga. Akhirnya dia bisa merasakan juga naik mobil Mercy mewah bersama artis cakep dan beken. Namun Yuya cuma tersenyum.
“ah...tidak usah repot-repot, aku sudah biasa pulang jalan kaki, lain kali saja”, sahut Yuya sambil tersenyum. Mendengar ini, Ralf menyenggol tangan Yuya namun Yuya menatapnya dengan tatapan sinis yang langsung bisa dimengerti oleh Ralf.
“yah...kami sudah biasa pulang jalan kaki jadi Aya pulang saja duluan”, sambung Ralf sekalipun dengan terpaksa.
“oh...begitu ya ? ya sudah Aya pulang dulu ya kak ?”, balas Aya seraya masuk kedalam mobil bagian belakang yang pintunya telah dibukakan oleh supirnya. Kaca mobil dimana Aya duduk terbuka.
“sampai ketemu besok...”, kata Aya dengan senyum menawannya. Ralf langsung terpesona dibuatnya.
“sampai ketemu besok”, sahut Yuya dan Ralf berbarengan.
Mobil bergerak meninggalkan mereka berdua. Ralf yang tadi dongkol berbicara.
“kenapa kau menolak ajakannya untuk ikut mobilnya buat diantar pulang, padahal jarang-jarang lo kita bisa naik mobil seperti itu”, kata Ralf dongkol.
“aku malu padanya”, sahut Yuya. “masa aku harus selalu menerima tawarannya ? dimana aku menaruh mukaku nanti ?”, lanjut Yuya.
“yah...kau memang selalu seperti itu”, sahut Ralf sambil menyela napasnya. “ayo kita pulang”, ajak Ralf.
Mereka pun berjalan meninggalkan sekolah. Yuya menoleh kebelakang, kearah sekolah. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya.

***